Di era busy lifestyle ini masyarakat cenderung menginginkan segala sesuatunya bisa dilakukan dengan praktis dan hemat waktu, termasuk salah satunya mencuci pakaian. Saat ini mencuci pakaian di laundry sudah menjadi trend dan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia salah satunya mahasiswa. Namun apa yang dilakukan banyak pelaku usaha laundry belum menyentuh aspek pemeliharaan lingkungan dari mulai limbah deterjen yang menimbulkan pencemaran lingkungan, hingga packaging menggunakan plastik yang berarti menambah kuota sampah anorganik sulit terurai.
Dengan mempertimbangkan peluang bisnis jasa cuci pakaian yang kian prospektif, sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang beranggotakan Hangga Agung Bramantyo, Merli Nur Atiqah, Al Hikmatu Layla Hasanah, Talitha Andwi Aswari, dan Bagus Triaji membuat usaha laundry “ECOLY” Ecotrash Laundry, sebagai laundry yang mengusung misi kepedulian terhadap lingkungan. Seperti diungkapkan Hangga ketika ditemui di BHP pada Senin (5/10), “Segala inovasi yang diterapkan dalam laundry ini memiliki andil nyata terhadap pemeliharaan lingkungan hidup, dari mulai deterjen ramah lingkungan dari sari lerak (Sapindus rarak) maupun inovasi-inovasi lain seperti packaging yang tidak menggunakan plastik namun laundry bag yang sifatnya reusable dan ramah lingkungan. Sekaligus inovasi pembayaran melalui gerakan menabung sampah (trash saving payment) bekerja sama dengan Bank Sampah yang menarik konsumen,” ungkapnya.
Ditambahkan Hangga, secara umum alur kerjasama trash saving payment yang akan dilakukan melibatkan Bank Sampah sebagai wadah untuk menerima sampah yang dihasilkan dari transaksi awal di laundry, yaitu dibuka sistem pembayaran loket cash dan pembayaran loket trash. “Singkatnya Bank Sampah berperan sebagai penadah, sementara kami adalah penyalur sampah dari masyarakat, manajemen pengolahan sampah sampai menjadi produk daur ulang diserahkan kepada Bank Sampah. Dan di sini yang perlu ditekankan bahwa usaha ini bukanlah usaha pengelolaan sampah, ini adalah usaha yang menghasilkan profit dari menabung sampah, keuntungan didapat dari akumulasi sampah konsumen yang kemudian kami alihkan ke Bank Sampah. Sementara pengelolaan sampah dilakukan oleh Bank Sampah sendiri,” tambahnya.
Sistem manajemen yang digunakan dalam sistem laundry ini sama dengan bank sampah, yaitu dengan cara menabung sampah. “Pelanggan yang datang kepada kami akan kami beri buku tabungan bank sampah, dimana nantinya saldo yang terkumpul dari hasil menabung sampah menjadi saldo yang digunakan mereka untuk mendapat jasa laundry. Jika jumlah cucian konsumen melebihi saldo yang tertera dalam buku tabungan maka akan dikenakan biaya tambahan,” jelasnya.
Hangga menurutkan, dengan diterapkannya program ini, laundry Ecoly dapat terus menjaga eksistensi dan melebarkan usaha dalam skala nasional mengingat potensi usaha tersebut dapat masuk dalam pasar waralaba Indonesia dan dapat direplikasi di hampir seluruh wilayah Indonesia. “Di sisi lain usaha ini merupakan perpanjangan tangan dari program edukasi pemerintah yaitu Bank Sampah. Semakin banyak usaha semacam ini maka semakin berkurang pula masalah sampah di Indonesia. Tidak hanya terbatas pada aspek lingkungan, program Bank Sampah juga mampu menggerakan roda ekonomi masyarakat bawah, sehingga diharapkan kesejahteraan dan juga edukasi masyarakat dapat terwujud. Program ini sekaligus diharapkan menjadi motivator agar muncul usaha-usaha lain yang bukan hanya berorientasi pada profit namun bagi keberlanjutan lingkungan dan manfaat sosial,” ucapnya.
Program laundry “ECOLY” ecotrash laundry ini sebelumnya merupakan program PKM-K (Kewirausahaan) yang telah mendapatkan dana hibah dari dikti (direkorat perguruan tinggi). Melalui inovasi laundry ramah lingkungan tersebut turut membawa Hangga dan kawan-kawannya ke ajang PIMNAS ke 28 di Universitas Halu Oleo yang akan diselenggarakan pada tanggal 5-9 Oktober 2015. (adam)