Sebagian besar limbah rumah sakit diolah atau dimusnahkan dengan cara mengubur atau membakarnya saja padahal cara seperti itu akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan mencemari lingkungan serta menyebabkan global warming. Salah satu limbah medis yang sulit dikelola dan menyisakan masalah pencemaran lingkungan adalah tabung suntik polimer yang lazim digunakan dalam praktek medis.
Hal inilah yang mendorong Yesi Novia Ambarani, Ahmad Ali Zulkarnain dan Rahmi Farida Azzahro mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK-UMY)., bersama dosen pembimbing dr. Inayati Habib, M.Kes, menggagas Biodegradable spuit sebagai solusi penanggulangan limbah syringe atau limbah jarum suntik. Gagasan ini juga mengantarkan mereka lolos dalam Program Kreatifitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis (PKM-GT) 2011 yang diselenggarakan oleh oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional.
“Sebelumnya Lembaga Ilmu Pengetahuan aIndonesia (LIPI) sudah mengembangkan alat untuk menghancurkan limbah jarum suntik dengan menggunakan electrical arc yang dapat menghancurkan bahan metal jarum suntik menjadi serbuk. Namun tidak pada tabung suntik plastik atau spuit dan hal tersebut menjadi permasalahan untuk mengurainya” terang Yesi ketika ditemui di Kampus Terpadu UMY pada kamis (22/9).
Biodegradable Spuit adalah tabung suntik yang terbuat dari bahan daur ulang yang berasal dari ubi dan kulit jeruk yang diolah sedemikian rupa.“Bahan-bahan yang kami gunakan ini juga adalah bahan yang berasal dari alam seperti kulit jeruk yang di ubah menjadi limonen/minyak kulit jeruk dan pati tapioka dari ubi kayu sehingga bisa disebut produk ini yaitu produk dari alam kembali ke alam” jelasnya.
Langkah awalnya membuat ekstrasi limonen dari kulit jeruk yang dicuci bersih lalu direndam dalam larutan NaHCO3 selama satu hari dengan perbandingan satu kilogram kulit jeruk dengan satu liter NaHCO3. Setelah direndam kulit jeruk dirajang sampai halus lalu diperas dengan alat pres hidrolik.
“Selama pemerasan, dilakukan penyemprotan dengan air dingin maka jadilah emulsi minyak. selanjutnya dilakukan pemisahan emulsi minyak dengan dekantasi. Emulsi tersebut dimasukkan ke dalam botol dekantasi untuk pemisah fraksi air dan minyak emulsi lalu botol tersebut disimpan didalam lemari pendingin selama sehari setelah itu fraksi air yang berada pada bagian bawah dibuang. Setelah itu emulsi tadi dicampurkan dengan Na2SO4 lalu disaring sehingga menghasilkan minyak kulit jeruk.”urainya.
Langkah selanjutnya yaitu membuat plastik atau edible film dengan aditif limonen, dimulai dari pelarutan bahan dasar pati tapioka (ubi kayu) pada air sehingga berupa hidrokoloid lalu ditambahkan plastisizer sorbitol. Setelah itu ditambahkan pula minyak jeruk atau limonen sebesar 15% dan dipanaskan.
“Kemudian film dicetak atau casting menggunakan auto-casting machine lalu dibiarkan beberapa jam pada suhu 70 ⁰C dengan RH ruangan 50%. Plastik yang dihasilkan lalu dikeringkan selama sehari pada suhu 30 ⁰C RH 50% dan dilanjutkan dengan penyimpanan selama satu hari, maka jadilah Biodegredable Spuit yang ramah lingkungan.”tambahnya.
Ia dan teman-temanya berharap gagasan Biodegredable Spuit ini dapat teraplikasi secara maksimal di rumah sakit ketika melakukan pembersihan limbah syringe. “Selain itu dapat menurunkan pencemaran udara yang menyebabkan global warming. Serta dapat meningkatkan kualitas kesehatan individu di masyarakat. Kemudian proses pembuatannya yang mudah ini dapat ikut memberdayakan petani ubi dan masyarakat.”harapnya.