Kualitas penegakan hukum bergantung kepada advokat yang berperan sebagai salah satu penyedia jasa hukum. Beberapa regulator yang mengatur sistem advokasi di Indonesia dirasa masih memiliki dinamika hukum yang kompleks dan beragam. Sehingga perlu adanya pembentukan Dewan Advokat Nasional yang diteliti oleh para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Penelitian yang sekaligus berhasil meraih pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini mengkaji berbagai permasalahan yang timbul atas sistem regulasi advokat saat ini, dan bagaimana satu sistem regulasi nasional dapat memberikan solusi yang efektif dan efisien.
Fifit Mulyati Yusup, mahasiswa program studi Ilmu Hukum UMY yang menjadi ketua tim penelitian menyampaikan bahwa saat ini terdapat pertentangan antara dua sistem dalam tubuh advokat di Indonesia, yaitu single bar system dan multi bar system. Padahal menurut Fifit, amanat dari Undang-Undang menyebutkan bahwa Indonesia seharusnya hanya menganut single bar system untuk regulasi advokat.
“Namun faktanya, saat ini sistem yang lebih banyak berlaku adalah multi bar system yang tentunya bertentangan dengan amanat Undang-Undang Advokat itu sendiri. Dewan Advokat Nasional yang kami teliti dan usulkan memiliki fungsi serta kewenangan yang sangat penting dalam membentuk advokat di Indonesia, yang selama ini diatur oleh banyak organisasi dan lembaga sehingga tidak memiliki standar yang terukur,” ujar Fifit saat dihubungi pada Jum’at (5/7).
Adanya sistem regulasi tunggal untuk advokat sebenarnya bukan hal yang belum pernah terjadi di Indonesia. Fifit mengungkapkan bahwa pada tahun 2006 sistem ini juga pernah diusung oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), namun tidak dapat bertahan lama karena pertentangan dari organisasi advokat lain. Usulan untuk membentuk kembali sistem regulasi tunggal sempat mencuat di tahun 2013 dan lagi-lagi harus meredup karena menurut Fifit, tidak banyak masyarakat yang peduli akan isu tersebut.
“Sudah kita ketahui bersama bahwa advokat memegang peran yang sangat penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Maka kita sebagai masyarakat harus memperhatikan sistem organisasi yang menjadi landasan bagi para advokat. Dewan Advokat Nasional akan menjadi sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengatur bagaimana proses penyeleksian advokat, termasuk penyusunan kurikulum hingga pengawasan terhadap advokat,” jelasnya.
Fifit pun menegaskan bahwa Dewan Advokat Nasional yang diteliti melalui PKM di bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) nantinya tidak akan sepenuhnya mengubah sistem yang telah berlaku saat ini. Dewan Advokat Nasional berperan sebagai wadah bagi setiap organisasi advokat, untuk menampung aspirasi sekaligus mengatur jalannya seluruh organisasi advokat tersebut. Fifit berharap bahwa ia sebagai mahasiswa Ilmu Hukum dapat melihat kesetaraan kualitas dari para advokat di Indonesia.
Penelitian yang Fifit dan timnya lakukan dibimbing langsung oleh Prof. Iwan Satriawan, M.C.L., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Hukum UMY. Hasil dari penelitian ini nantinya akan dijadikan sebuah policy brief yang berisi rekomendasi pembentukan lembaga. Selain itu juga akan diajukan ke beberapa instansi terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM serta beberapa firma hukum. “Ini bertujuan agar terjadi penyetaraan kualitas advokat yang dapat berimbas kepada kualitas keadilan dalam proses hukum yang akan dihasilkan,” pungkas Fifit. (ID)