Peperangan yang menjadi salah satu penyebab memudarnya perdamaian di dunia, banyak dipengaruhi oleh pimpinan sebuah negara. Pemimpin negara juga harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya peperangan itu. Sebab pemimpinlah yang mengkomandoi anak buahnya melakukan peperangan. Oleh karena itulah, menurut Tun Mahathir Mohamad, rakyat seharusnya bisa memilih pemimpin yang lebih cinta damai. memilih pemimpin yang bisa dan mau mengkriminalkan perang. “Sebab, tidak ada keuntungan yang didapatkan oleh rakyat dengan terjadinya peperangan itu. Rakyat hanya dibuat sengsara dengan adanya perang,”
Ketika menjadi keynote speech dalam acara NGO Summit on the Prevention of Drug and Substance Abuse di UMY pada 4 Juni lalu, Mahathir kembali menyampaikan perhatiannya tentang perang, kebanyakan orang akan berbicara tentang siapa yang menjadi pahlawan, dan hal-hal lainnya seperti kemuliaan atau kebanggaan. “Mereka tidak pernah menceritakan pada kita tentang kengerian peperangan, jumlah orang yang terbunuh, orang-orang tak bersalah yang terluka, bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan terganggu mentalnya (gila), dan mungkin sudah tidak mempunyai kaki atau lengan. Jadi, ini adalah kejadian menyedihkan yang sangat besar,” ungkapnya.
Namun, Mahathir juga mengatakan bahwa perjuangan seperti ini, untuk mengubah persepsi manusia tentang kejahatan perang, bukanlah hal mudah dan membutuhkan waktu yang lama. “Tetapi, bagi orang-orang di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Canada, perang sudah dianggap sebagai kejahatan. Jadi, Indonesia dan Muhammadiyah juga harus mendukung gerakan ini. Dan kita harus menghentikan perang, karena kita masih punya masalah lain yang perlu diselesaikan, daripada melakukan peperangan dan saling bunuh, ” imbuhnya.
Himbauan Mahathir Mohammad telah membuat Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bertekad untuk menghentikan perang di dunia dan membentuk perdamaian dunia dengan berkomitmen mengadakan Mahathir Global Peace School (MGPS) setiap tahunnya dengan menggandeng Yayasan Perdana Global Peace Foundation (PGPF), Malaysia. Tahun 2014 untuk kedua kalinya MGPS kembali diselenggarakan di Institute of Diplomacy and Foreign Relations of Malaysia (IDFR) dengan mengangkat tema “Interstate Diplomacy and Economic Justice for Global Peace and Conflict Resolution” yang akan berlangsung selama 2 pekan, terhitung sejak Senin 17 Februari 2014 hingga Minggu 2 Maret 2014. MGPS kedua ini pun sama halnya seperti MGPS pertama yang telah terselenggara di UMY, pada 3 – 15 Juni 2013. Salah satu tujuan dari dibentuknya Sekolah Perdamaian ini pun untuk memberikan pengetahuan yang komprehensif mengenai perdamaian global dan resolusi konflik, baik itu dalam hal perang, kemiskinan, rasisme, keamanan, intervensi agama, manusia, maupun gender.
Selain itu, MGPS ini juga akan menjadi pintu gerbang para akademisi maupun pemimpin-pemimpin di dunia, untuk mengetahui bahwa mereka berperan dalam membentuk perdamaian global dan menawarkan resolusi konflik yang baru melalui pendidikan dan pemahaman multi-budaya. Hal ini juga pernah disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam sambutannya pada acara pembukaan MGPS yang pertama. Din mengatakan bahwa perdamaian dunia adalah tugas bersama. Untuk mewujudkan perdamaian dunia ini pun dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, baik itu rakyat, pemerintah, aparat keamanan, komunitas, agama, maupun akademisi.
Adapun narasumber pada acara MGPS kedua ini juga akan mendatangkan beberapa ahli baik dari Indonesia maupun Malaysia. Narasumber tersebut seperti Tun Dr. Mahathir Muhammad (Former Prime Minister of Malaysia The President of PGPF), Dr. M. Jusuf Kalla (mantan wakil presiden RI), Prof. Dr. M. Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Prof. Dr. A. Syafi’I Ma’arif (mantan Ketua umum PP Muhammadiyah),Prof. Johan Galtung (Transcend International), General Tan Sri Mohd Azumi Mohamed (Rtd) (Perdana Global Peace Foundation, Malaysia), Dr. Surwandono (Dosen Hubungan Internasional UMY), Rudi Sukandar, Ph.D. (The Habibie Center), Prof. Guardial Singh Nijar (University of Malaya), Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Irfan AmaLee, M.A. (Co-Founder and Director of Peace Generation Indonesia), Prof. Chandra Muzaffar (President, International Movement for a Just World Universiti Sains Malaysia), Hilman Latief, Ph.D. (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Prof. Amin Abdullah (Muhammadiyah UIN Yogyakarta), Jeremy England (ICRC Kuala Lumpur), dan Lina A. Alexandra, Brigjen (TNI) Drs.Jan Pieter Ate, M.Bus, MA (Direktur Kerjasama Internasional Kementerian Pertahanan RI).