Berita

Mahathir Muhammad : Perang Adalah Kriminal

IMG_2750Masyarakat dunia harus mengubah pola pikir tentang perang. Sebab perang bukanlah sesuatu yang dibenarkan (dilegitimasi), tapi perang adalah kriminal dan melanggar hukum (illegitimate). Hal ini karena perang mengakibatkan kerugian nyawa, harta, dan rusaknya tatanan politik sosial negara dunia.

Selain itu, jika dalam kacamata hukum seorang yang membunuh orang lain bisa dianggap​ kriminal dan harus dihukum, sementara ketika seorang pemimpin yang memerintahkan tentaranya untuk membunuh orang sebanyak-banyaknya sebagai satu-satunya cara untuk memenangkan perang, malah sulit disebut sebagai kriminal. “Bahkan, pemimpin yang dapat memenangkan perang mendapat penghargaan, dielu-elukan, dan dianggap sebagai pahlawan. Konstruksi inilah yang seolah-olah menjadikan perang sebagai suatu yang dilegitimasi. Karena itu, mindset (pola pikir) inilah yang harus diubah, dan menjadikan perang sebagai sesuatu yang kriminal dan melanggar hukum (illegitimate).”

Hal tersebut disampaikan Tun Dr Mahathir Muhammad, Mantan Perdana Menteri Malaysia, saat menjadi keynote speech dalam pembukaan acara Mahathir Global Peace School (MGPS) ke-2 yang diselenggarakan di IDFR ( Institute of Diplomacy and Foreign Relations) Malaysia​, Senin (17/2). Pembukaan MGPS kedua ini juga dihadiri oleh direktur jenderal IDFR, Dr. M Jusuf Kalla, Prof Dr M Din Syamsudin, Rektor UMY serta berbagai tamu undangan dari kedutaan besar negara sahabat Malaysia dan peserta MGPS. Adapun MGPS sendiri merupakan sekolah perdamaian pertama di Indonesia yang diselenggarakan atas kerjasama Muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Perdana Global Peace Foundation (PGPF) Malaysia. MGPS ini juga diselenggarakan tiap tahun, sebelumnya di Kampus Terpadu UMY, dan tahun ini dilaksanakan di IDFR Malaysia.

Mahathir juga menyampaikan bahwa kemampuan memenangkan perang itu juga sangat diuntungkan dengan kemajuan teknologi yang tinggi, seperti senjata nuklir yang memungkinkan terjadinya kerusakan. Selain itu, mereka juga menggunakan media sebagai sarana menggiring opini untuk pembenaran kebijakan perang dan organisasi internasional sebagai sarana disahkannya peperangan. “Padahal, masih banyak opsi lain yang bisa dipilih untuk menyelesaikan masalah selain dengan perang. Kita masih bisa menggunakan negosiasi, diskusi meja bundar, atau penyerahan ke pihak ketiga. Dan jika semua opsi tersebut gagal, masih ada pilihan untuk memanfaatkan hukuman perdata (court of justice​),” paparnya.

Hal senada juga diungkapkan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Ia menekankan bahwa sudah bukan masanya lagi perang digunakan sebagai sarana penyelesaian masalah. “Idiom yang mengatakan “jika ingin damai bersiaplah untuk perang” sudah tidak relevan dengan perkembangan politik internasional saat ini. Lebih baik kita menyoroti pentingnya mengembangkan relasi antar bangsa atau antar pihak yang berkonflik. Seperti proses perdamaian China dan Taiwan beberapa waktu belakangan ini. Dua negara tersebut menunjukkan bagaimana relasi ekonomi bisa meredam konflik yang bisa berujung pada perang,” ungkapnya.

Pengembangan relasi antar negara ini juga bisa menetralisir rasa takut yang menurut JK merupakan penyebab timbulnya perang. Menurutnya, rasa takut itu seringkali membawa akibat respon yang sangat emosional dalam menanggapi persoalan. “Pengembangan relasi antar negara adalah bagian dari diplomasi yang bisa meningkatkan saling mengerti antar pihak dan mereduksi potensi konflik antar negara. Selain itu ada pilihan lain untuk menyelesaikan seperti kompromis, dialog dan win-win solution. Namun semua upaya tersebut harus diawali dari proses pelucutan senjata (disarmament),” ujarnya.

Sementara itu Din Samsudin dalam sambutannya mengatakan bahwa pemikiran Mahathir tentang kriminalisasi perang bisa dianggap sebagai pemikiran baru yang ia sebut sebagai Mahathir School of thougth. “Pemikiran Mahathir ini sejalan dengan dua karakteristik utama Islam yaitu peace and Justice. No peace without justice and no justice without truth,” tuturnya.

Selain itu Din juga menyebut bahwa major power di dunia ini adalah para investor perang, karena perang menjadi sarana pencapaian kepentingan jangka panjang mereka.