Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terus optimis untuk menuju universitas kelas dunia (World Class University). UMY pun percaya bahwa untuk mencapai puncak kegemilangan sebagai universitas berkelas dunia tidak perlu menunggu hingga berusia 100 tahun. Hal ini karena pada kenyataannya, ada beberapa universitas kelas dunia yang ternyata mampu meraih kegemilangan sebelum usianya memasuki angka 50 tahun, seperti Nanyang Technological University (Singapura, 1991), Mastrich University (Belanda, 1976), dan Pohang University of Science and Technology (POSTECH, Korea Selatan, 1986).
Demikian disampaikan Rektor UMY, Prof. Dr. Bambang Cipto, MA saat menyampaikan sambutannya bertemakan “Resolusi 35 Tahun UMY”, dalam acara Malam Tasyakuran Milad ke-35 UMY di Sportorium, Senin (29/2). Menurut Prof. Bambang, usia UMY memang sudah menginjak angka 35 tahun, namun untuk bisa mencapai puncak kegemilangannya tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama lagi. “Apa yang harus dilakukan sebuah Perguruan Tinggi ketika mencapai usia 35 tahun? Haruskah UMY menunggu hingga puluhan bahkan ratusan tahun lagi untuk mencapai zaman keemasaannya seperti Harvard, Cambridge atau Oxford? Jawabannya tentu saja tidak. Karena saat ini kecepatan dan inovasi telah menjadi kunci bagi mereka yang mau bekerja keras dan cerdas. Apalagi dewasa ini telah bermunculan universitas-universitas belia yang mampu bertengger di posisi universitas kelas dunia. Dan saya percaya, InsyaAllah UMY juga akan mampu menuju universitas kelas dunia tersebut,” ungkapnya.
Tak hanya itu, keoptimisan UMY untuk bisa menjadi universitas kelas dunia juga telah dibuktikan dengan strategi yang diambilnya. Strategi Leap Frogging menjadi strategi jitu yang dipilih UMY untuk bisa mengembangkan dirinya menjadi universitas kelas dunia. “Salah satu cara yang bisa digunakan agar bisa cepat mencapai puncak kegemilangan adalah dengan menggunakan strategi Leap-Frogging. Dengan strategi ini perguruan tinggi muda belia dapat meraih reputasi internasional dengan cara melompati halangan dan rintangan guna mencapai tujuan. Selain itu, meloncat terus untuk membuat suatu kemajuan dan prestasi. Kecepatan dan inovasi untuk membuat kemajuan dan prestasi inilah yang akan membantu perguruan tinggi muda dapat meraih sukses dengan sangat cepat,” jelas Prof. Bambang lagi.
Namun menurut Prof. Bambang strategi Leap-Frogging tersebut juga harus didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu, ke depannya UMY juga akan mulai melakukan langkah-langkah strategis demi mewujudkan impiannya menjadi universitas kelas dunia. “Ke depan UMY perlu melakukan transformasi radikal untuk meningkatkan reputasi dan ranking internasional, melakukan riset dengan universitas Top 500 dunia, mengundang profesor tamu dari luar negeri ke setiap program studi, memperbanyak kelas internasional, semua staf pengajar dan karyawan wajib menguasai bahasa Inggris, menempatkan profesional non dosen pada posisi strategis tertentu dan melakukan rekrutmen pejabat struktural berdasarkan Academic Performance. Selain itu juga, semua doktor UMY yang baru menyelesaikan studinya wajib mengikuti pelatihan manajemen, karena hal ini sangat penting agar kelangsungan organisasi terjamin. Kemudian membangun lingkungan kampus kelas dunia dengan menerapkan sistem Green Campus dan Kampus Bebas Dari Mobil dan Motor, membangun asrama bagi profesor tamu dan mahasiswa asing, menerapkan sistem penggajian berbasis performance, serta menghapus buta aksara bahasa Al-Qur’an bagi seluruh mahasiswa dan meningkatkan pemahaman dan praktik Al Islam Kemuhammadiyahan oleh LPPI UMY,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pembina Harian UMY, Prof. Dr. Syamsul Anwar., MA mengatakan, ada tiga hal yang juga perlu diperhatikan oleh UMY untuk mencapai universitas berkelas dunia. Hal pertama yang perlu diperhatikan menurut Prof. Syamsul adalah bagaimana menjadikan alumni UMY sebagai alumni yang paling dicari-cari oleh masyarakat. “Jadi tugas UMY adalah mencari keunggulan apa yang bisa diberikan kepada para alumni itu. Mungkin tidak semua keunggulan bisa diberikan tapi bisa berwarna warni. Sekalipun penguasaan bahasa Inggris sudah menjadi hal mutlak yang harus mereka kuasai, kita juga harus tetap memberikan keunggulan-keunggulan lain pada mereka. Dan jangan lupakan pula kalau UMY ini berada di bawah Muhammadiyah, jadi alumni juga diberi bekal agar bisa ikut berdakwah bersama Muhammadiyah,” ujarnya.
Hal penting kedua, lanjut Prof. Syamsul lagi yakni bagaimana menjadikan UMY agar menjadi kampus yang berbasis riset. “Untuk itu memang perlu langkah-langkah seperti penguasaan bahasa Inggris, kerjasama dan peningkatan kualitas SDM dosen dan tenaga kependidikan, memperbanyak jurnal-jurnal terakreditasi di setiap fakultas dan universitas memiliki jurnal yang terakreditasi internasional. Kemudian yang ketiga adalah, bagaimana agar dalam sistem pelaksanaan pengajaran tidak hanya memindahkan ilmu ke tempat lain. Dosen dan mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen ilmu tapi juga harus berjuang bagaimana agar bisa menjadi produsen ilmu,” jelasnya.
Selain itu, Prof. Syamsul juga menyarankan agar warga UMY bisa masuk ke berbagai lini masyarakat baik pada instansi pemerintahan maupun non pemerintahan, sebagai bentuk pengabdian mereka kepada masyarakat. Namun diantara itu semua, Prof. Syamsul mengatakan jika keikhlasan dalam bekerja, rasa kebersamaan yang terus dipupuk, tidak egois dan memiliki kesadaran bahwa dirinya berada di bawah naungan Muhammadiyah, adalah modal paling penting yang harus dimiliki oleh semua civitas akademika UMY jika ingin mewujudkan semua impian dan cita-citanya. (sakinah)