Berita

Masyarakat masih awam lembaga keuangan syariah beroperasi

Masyarakat seringkali tidak dapat membedakan sistem bagi hasil (profit sharing) yang diterapkan lembaga keuangan syariah dengan bunga bank (interest) yang diterapkan lembaga keuangan bukan syariah. Dengan kata lain, bagi hasil dan bunga hanya dipandang sebagai satu produk dengan dua nama dagang.

Masyarakat seringkali tidak dapat membedakan sistem bagi hasil (profit sharing) yang diterapkan lembaga keuangan syariah dengan bunga bank (interest) yang diterapkan lembaga keuangan bukan syariah. Dengan kata lain, bagi hasil dan bunga hanya dipandang sebagai satu produk dengan dua nama dagang.

Hal ini disampaikan Dosen Jurusan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ir. Siti Yusi Rusimah, MS. Namun, hal ini disadari banyak masyarakat yang masih awam terhadap bagaimana lembaga keuangan syariah beroperasi. “Sebagian masyarakat memilih lembaga keuangan syariah semata-mata untuk menghindari bunga bank,” jelasnya di Kampus Terpadu UMY, Senin (30/8).

Menurutnya, kesadaran umat beragama dan ekonom terhadap dampak negatif dari sistem perekonomian yang bersandar pada sistem bunga (interest), mendorong berkembangnya lembaga keuangan syariah dalam sepuluh tahun terakhir. Lembaga keuangan syariah tidak hanya berkembang di perkotaan, tetapi sudah masuk ke pelosok pedesaan. Sebagai bentuk lembaga keuangan syariah yang paling sederhana, BMT berkembang hampir di seluruh kecamatan. Kondisi ini menghadapkan masyarakat pada pilihan yang lebih beragam dalam memenuhi kebutuhan keuangannya.

Yusi menuturkan jika lembaga keuangan syariah menggunakan dua jenis akad dalam menghimpun dana, yaitu titipan (wadi’ah) dan investasi (mudhorobah). “Untuk produk dengan akad investasi, nasabah berinvestasi dalam usaha yang dikelola lembaga dan turut menganggung risiko. Dalam hal ini, nasabah berhak atas bagi hasil dari penggunaan dana tersebut,” urainya.

Lebih lanjut, Yusi menjelaskan jika nilai bagi hasil mempunyai kemungkinan jauh lebih tinggi dari bunga bank atau lebih rendah. Jika usaha yang didanai lembaga banyak yang mengalami kerugian, maka bagi hasil yang diberikan kepada penabung dana akan rendah. “Besarnya bagi hasil yang diberikan lembaga keuangan syariah kepada penabung dapat menjadi barometer kondisi perekonomian,” terangnya.

Ia juga mengungkapkan pembiayaan digunakan lembaga keuangan syariah sebagai pengganti istilah kredit atau pinjaman. Istilah pinjaman tidak digunakan lembaga ini untuk menyalurkan dana yang berorientasi profit karena secara syar’i semua bentuk kelebihan pinjaman adalah riba.

Melalui konsep pembiayaan tersebut lembaga akan bertindak sebagai penanggung jawab kegiatan usaha atau kebutuhan konsumsi nasabah. “Sehingga lembaga berhak mendapatkan keuntungan atau upah atas tinakannya tersebut. Sedangkan jenis pembiayaan yang dapat dilakukan bisa dengan investasi maupun jual beli termasuk jasa dan sewa,”ujarnya.