Menguasai banyak bahasa merupakan sebuah manifestasi diri yang nantinya dapat digunakan saat berada di negara lain. Hal tersebut diungkapkan salah satu narasumber dari Polyglot Indonesia dalam acara Bincang Bincang Bounjour “La Langue est facile” yang diselenggarakan oleh Warung Perancis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (WP UMY). Acara yang terselenggarakan pada hari Senin (14/5) tersebut mendapatkan respon yang positif, terlihat dari antusiasme mahasiswa yang ingin belajar menguasai bahasa lebih dari lima.
Direktur Warung Prancis UMY, Puthtut Ardianto, S.Pd., M.Pd. menjelaskan bahwa acara ini merupakan acara tahunan, dengan tema yang berbeda tiap tahunnya. Pada tahun keempat kali ini, WP UMY mengangkat tema bagaimana menguasai banyak bahasa, dengan menghadirkan Polyglot. “Kami menyelenggarakan ini setiap tahunnya dengan tema berbeda dan berpacu pada budaya, bahasa dari Prancis,” ungkap Puthut. Acara ini juga bertujuan agar mahasiswa tidak perlu takut untuk belajar bahasa, karena menurut Puthut belajar bahasa banyak itu mudah. Terbukti dengan adanya Polyglot Indonesia yang menguasai berbagai macam bahasa.
Polyglot sendiri merupakan sebuah sebutan untuk orang yang dapat menggunakan lebih dari lima bahasa dengan kemampuan berbahasa yang baik. Salah satu narasumber dari Polyglot Indonesia, Nadira Friska Romadhona mengungkapkan bila pemaknaan bahasa dari bahasa satu dengan bahasa lain memilik sebuah arti yang berbeda. Hal tersebut juga menjadi sebuah kendala bagi seseorang yang ingin belajar bahasa selain bahasa ibu. “Misalnya adanya sebuah idiom dari suatu bahasa, contohlah bahasa Inggris yang dengan budayannya, kadang makna yang ada biasanya mengandung unsur negatif bagi pengguna lain yang tidak menggunakan bahasa tersebut,” jelas Dona.
Selain itu, masih banyak macam kendala bagi seseorang yang ingin belajar bahasa. “Konsistensi dari dalam diri untuk terus beajar bahasa menjadi tolak ukur apakah seseorang dapat belajar bahasa lainnya,” ungkap Andre, salah satu narasumber lainnya dari Polyglot Indonesia. Kembali Andre menjelaskan bahwa kendala tersebut bisa saja diselesaikan dengan support dari orang-orang sekitar. “Mulai dari tidak menertawakannya ketika salah dalam mengucap, berilah pemahaman, jangan ditertawakan,” jelasnya lagi. Mulai untuk terbuka dengan pemaknaan yang berbeda dari tiap bahasa yang ingin dipelajari dan dikuasai.
“Terkadang banyak dari kita yang cepat jenuh dalam proses untuk menguasai bahasa lainnya,” jelas Andre. Hal ini dapat di minimalisir dengan mengganti tujuan awal dalam mempelajari bahasa. Seperti ingin belajar bahasa Korea agar lebih tahu drama korea tanpa subtitle. Belajar bahasa Mandarin agar lebih fasih jika bertemu dengan warga Tiongkok dan masih banyak lainnya. Memperdalam pengetahuan terkait budaya dari asal bahasa yang dipelajari juga memberikan sentuhan akhir agar bahasa yang dipelajari semakin baik. (Darel)