Berita

Meningkatnya Jumlah Pemilih Golput Akibat Ulah Elite Politik Sendiri

seminar pemilu 2014 umyJumlah golongan putih (golput) pada masa Pemilihan Umum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tahun 1999 era reformasi jumlah golput sekitar 6,4 %, sedangkan tahun 2009 golput sekitar 29,6 %. Untuk tahun 2014 diperkirakan jumlah golput akan mencapai 40 % sehingga pelaksanaan Pemilu 2014 akan mendekati masa kritis. Peningkatan persentasi golput disinyalir karena ulah buruk perilaku para elit politik. Sehingga budaya politik masyarakat menjadi apatis, karena memandang pemilu bukanlah perayaan penting bahkan cenderung tidak bermanfaat bagi kelangsungan hidup mereka.

Kalimat pembuka dari Sosiolog UMY Dr. Zuly Qodir diatas disambut meriah oleh peserta Seminar Nasional Budaya Politik menuju Pemilu 2014 Yang berperadaban di gedung AR. Fachruddin B UMY, Rabu (20/11). Seminar yang diadakan oleh Korp Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (KOMAP) UMY tersebut juga turut menghadirkan anggota DPD RI Drs. Afnan Hadikusumo, Pakar Sosiologi Prof. Dr. Sunyoto Usman dan Anggota Bawaslu RI Nasrullah, SH.

Zuly mengatakan, saat ini kondisi Indonesia yang hampir karam dan membuat frustasi. Maka pikiran- pikiran gila dan abnormal sangat dibutuhkan, sebab pikiran biasa dan normal tidak terlalu berdampak untuk perubahan Indonesia yang lebih baik. Bahkan terkesan hanya pencitraan bagi elit politik. “Tapi kita harus optimis untuk bangkit, masih ada harapan dan masih banyak pemuda yang mempunyai semangat baja,” terang dosen UMY ini.

Dalam seminar tersebut, Zuly sebagai pakar sosiolog juga mengkritik sikap borjuis (bermewahan) para elit politik diperparah dengan sikap ketidakpedulian elite politik memperhatikan masyarakat yang masih banyak terdapat kesengsaraan, lapangan kerja kurang memadai, fasilitas umum tidak layak lagi digunakan. Calon legislatif yang ikut dalam pemilu pada awalnya peduli pada masyarakat, tapi setelah duduk di kursi dewan lupa pada rakyat. “Inilah yang saya katakan politisi kita tidak memiliki etika dan fatsun politik atas anak negeri yang jumlahnya lebih banyak. Tapi para elit politik tertawa dengan bergelimang harta di atas penderitaan rakyat, sudah jelas sikap apatis akan meningkat,” ungkap dosen Ilmu Pemerintahan UMY ini.

Senada dengan itu, anggota DPD RI Drs. Afnan Hadi Kusumo mengatakan, banyaknya kasus korupsi meyebabkan meningkatknya politik apatis dari masyarakat. Selain itu, faktor perilaku politik apatis juga disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ekonomi. Semakin berpendidikan atau semakin kaya ekonomi seseorang, maka semakin melek berpolitik. “Untuk menghilangkan sikap apatis tersebut, kita perlu memberikan pendidikan dan membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelas anggota DPD RI ini di UMY.

Sedangkan Prof. Dr. Sunyoto Usman mengkritik maraknya penggunaan social media untuk berkomunikasi dengan konstituen. Menurut Sunyoto dengan adanya media sosial banyak politisi yang seolah-olah telah mendengarkan keluhan masyarakat. Padahal  tidak semua masyarakat bisa mengakses internet. Selain itu, media sosial hanya sekedar komunikasi satu arah, tanpa ada timbal balik yang jelas dan berkelanjutan. “Dengan media sosial tersebut politisi menjadi malas turun ke masyarakat. Sehingga kebutuhan atau tanggung jawab ke masyarakat tidak terpenuhi sepenuhnya,” jelasnya dihadapan mashasiswa UMY. (syah)