Berita

Menjadi Warga Muhammadiyah Harus Siap dengan Konsekuensinya

Menjadi Warga Muhammadiyah harus siap dengan konsekuensi yang harus dijalani. Ketika memilih untuk bergabung dengan Muhammadiyah, keanggotaan ini tidak hanya sekadar formalitas, melainkan suatu komitmen yang membawa sejumlah konsekuensi.

Demikian disampaikan oleh Dr. H. Muh Ikhwan Ahada., S.Ag., M.A Bendahara Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat menyampaikan ceramah dalam Silaturahmi dan Kajian Rutin Bulanan Dosen dan Tenaga Kependidikan UMY, Sabtu (30/12) di Masjid K.H Ahmad Dahlan Kampus Terpadu UMY.

Ikhwan mengatakan bahwa ketika memilih untuk menjadi warga Muhammadiyah maka kita harus siap dengan konsekuensi yang harus kita jalani. Beberapa konsekuensi tersebut, yang pertama tanggung jawab untuk menghidupkan dan mendirikan iman serta taqwa. Menurutnya Ini bukan hanya ritual formal, tetapi suatu panggilan untuk menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai pilar utama dalam kehidupan sehari-hari. “Keberadaan kita di sini bukanlah kebetulan, melainkan sebuah ikatan dengan prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi,” katanya.

Konsekuensi berikutnya menurut Ikhwan adalah kewajiban untuk menjalankan amal soleh. Ia mengatakan bahwa sebagai warga Muhammadiyah, kita diajak untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata. Amal soleh bukan hanya cerminan dari iman yang teguh, tetapi juga sebagai wujud nyata kontribusi positif dalam masyarakat.

Lebih lanjut Ikhwan dalam kajian yang dihadiri oleh Civitas Academica UMY tersebut menyampaikan bahwa setiap langkah kita di UMY adalah bagian dari amal soleh. Ketika menyatakan bergabung dengan UMY, kita tidak hanya menjadi bagian dari sebuah institusi pendidikan, tetapi juga merangkul konsekuensi menjadi kader Muhammadiyah. “Jenderal Sudirman telah mengingatkan bahwa menjadi kader Muhammadiyah memerlukan keberanian dan keyakinan. Jika ragu lebih baik pulang,” kata Ikhwan dengan tegas.

Sebagai bagian dari perjalanan ini, kita diminta untuk memantapkan diri sebagai kader persyarikatan. Tugas ini tidak mudah, seperti yang diungkapkan, namun sebagai Civitas Academica UMY, kita harus siap menghadapi dan melalui proses ini. Ini bukan hanya tentang mempertahankan keberlangsungan universitas, tetapi juga membangun peradaban yang memiliki perolehan dan capaian yang patut dibanggakan.

Dalam segala rincian dan struktur pernyataan ini, kita diingatkan bahwa menjadi bagian dari UMY dan Muhammadiyah bukanlah sekadar status, melainkan sebuah panggilan untuk membangun peradaban. Setiap langkah, setiap konsekuensi, dan setiap usaha yang kita lakukan memiliki makna mendalam guna mempersiapkan diri menjadi kader yang tidak hanya berkualitas akademis, tetapi juga memiliki integritas moral dan semangat kebersamaan yang tinggi. “Semoga perjalanan ini membawa kita menuju peradaban yang kita harapkan dan banggakan,” harap Ikhwan.