Berita

Menkes Budi Gunadi Sebut Peneliti Bisa Ciptakan Terobosan Baru dengan Tanaman Obat Untuk Tangani Covid-19

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin mengatakan pelayanan kefarmasian dan kesehatan dalam pengobatan Covid-19 sudah berkembang sangat pesat. Hal ini pun memungkinkan bagi para peneliti untuk menciptakan terobosan baru yang efektif untuk penanganan Covid-19, terutama menggunakan pengobatan tanaman tradisional atau herbal.

Dalam WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023, Budi Gunadi menyampaikan bahwa pengembangan kesehatan tradisional dititikberatkan pada tiga P (3P), yakni Product, Practice, dan Practicioners. Pemanfaatan obat modern asli Indonesia di fasilitas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan karena dapat digunakan untuk melengkapi pengobatan konvensional, dapat menggantikan kekosongan ketersediaan obat kimia, dan dapat digunakan untuk mengurangi efek samping kemoterapi.

“Dengan adanya terobosan baru dalam penanganan Covid-19 melalui pemanfaatan obat modern asli Indonesia (obat tradisional, red) di fasilitas kesehatan, dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Sehingga hal tersebut dapat digunakan untuk melengkapi pengobatan konvensional dan menggantikan kekosongan ketersediaan obat,” papar Budi Gunadi Sadikin, dalam acara Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia ke-60, Jum’at (26/11) yang diselenggarakan oleh Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Tanaman Obat dan Obat Tradisional (POKJA TOOT).

Tak hanya itu, Budi Gunadi Sadikin juga berharap melalui seminar tersebut,  agar para peneliti, apoteker, akademisi, praktisi, profesional kesehatan, mahasiswa, serta para peserta seminar dapat memanfaatkan potensi obat tradisional untuk menjadi destinasi wellness tourism dan herbal tourism (wisata kebugaran dan herbal) baik domestik maupun mancanegara.

Sementara itu, Akhmad Saikhu, SKM, MSc.PH sebagai Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) mengatakan potensi tumbuhan obat harus tetap digali agar manfaatnya lebih luas.

“Seminar seperti ini harus tetap dilakukan, karena potensi tumbuhan obat harus tetap digali agar pemanfaatannya untuk preventif dan promotif kesehatan lebih luas dan peluang penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku obat semakin tingi,” ungkap Akhmad.

Ia juga mengklaim bahwa hal ini menjadi lebih krusial di masa pandemi seperti ini, meningkatnya pilihan masyarakat untuk menggunakan produk alami berbahan baku tumbuhan dalam menjaga kesehatannya. Ia berharap dengan adanya seminar seperti ini, upaya pengintegrasian hasil penelitian tanaman obat dan obat tradisional meningkat.

Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto M.P., IPM., dalam sambutannya memaparkan pemanfaatan tumbuhan obat sudah seharusnya dilakukan tak hanya melihat dari aspek kontak, tetapi juga dari aspek sistemiknya juga. Dengan adanya kajian serta penelitian yang tepat dan komprehensif, hal ini akan menjadikan peluang besar bagi pengembangan obat.

“Dengan penelitian yang tepat serta komprehensif, ini akan menjadikan peluang yang luar biasa dalam pengembangan lebih lanjut tanaman obat, menjadi potensi obat tradisional atau obat organik yang berdayaguna lebih efisien,” jelas Gunawan.

Guru Besar UMY bidang Ilmu Tanah ini juga berharap nantinya akan ada follow up dan bertukar informasi antar peneliti ataupun pembicara pada seminar hari ini, hal itu perlu dilakukan agar Indonesia bisa menjadi sumber pengembangan tanaman obat menggantikan obat anorganik.

Seminar dengan mengangkat tema “Penggalian, Pelestarian, Pemanfaatan dan Pengembangan Tumbuhan Rumput Kebar (Biophytum petersianum) dan Dewandaru (Eugenia uniflora) Pemanfaatan Obat Tradisional di Masa Pandemi Covid-19”, ini setidaknya dihadiri oleh 213 peserta dari seluruh Indonesia, serta terdapat 118 peserta yang akan mempresentasikan hasil penelitiannya pada sesi pararel. (RM)