Sepakbola Indonesia saat ini berada pada era perjuangan karena minimnya sistem manajerial klub sepakbola, sehingga menyebabkan banyak orang yang terlibat di dunia persebakbolaan Indonesia masih terabaikan hak dan kewajibannya. Tidak hanya masih terdapat pemain bola yang terlambat dibayar atau bahkan tidak dibayar, bahkan suporter klub juga tidak pernah mendapat perhatian khusus dari manajemen klub sepakbola yang didukungnya.
Misalkan di kota Yogyakarta klub sepak bola seperti Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) jarang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintahan kota sendiri. Hal ini yang menjadi ketertarikan Andy Fuller, Ph.D, seorang penulis dan peneliti asal Australia, untuk mengamati sejarah persepak bolaan di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Andy Fuller yang juga mahasiswa S-3 di Universiitas Leiden, Belanda mencoba mengkritisi sejarah persepak bolaan di Indonesia yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah buku yang berjudul The Struggle For Soccer In Indonesia Fandom, Archives And Urban Identity. “Dalam pembuatan buku ini saya tidak sendiri, karena saya dibantu oleh rekan saya yaitu Dimaz Maulana,” tutur Andy Fuller dalam peluncuran buku dan diskusi pada Jumat (26/12) di Ruang Multimedia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam buku tersebut Andy Fuller, mengungkapkan rasa kekecewaannya kepada sistem manajemen yang buruk di klub sepak bola Yogyakarta. Masih banyak hak dan kewajiban yag belum terpenuhi, khususnya bagi para pemainnya seperti kurangnya dukungan finansial bagi para pemain. Padahal yang seperti kita ketahui bahwa, supporter di Indonesia itu sangat setia dengan klub kebanggaannya, namun sayangnya kesetiaan tersebut tak sebanding dengan apa yang diperolehnya.
Kondisi ini yang menjadi issu yang diangkat pada buku ini, sehingga buku ini akan dijadikan literasi bagi para suporter atau pemain. “Dalam buku ini akan lebih menekankan pada sejarah persepak bolaan di Indonesia khususnya pada klub sepakbola PSIM, sebab PSIM sendiri merupakan klub sepakbola yang paling lama berdiri di Yogyakarta,” jelas Dimaz Maulana.
Baik buruknya sebuah klub sepak bola akan terlihat dari sistem manajemen sendiri. Hal ini akan terlihat jelas dari kekompakan sebuah tim sepak bola. “Keburukkan sebuah tim sepak bola ini dapat dilihat ketika menonton sebuah pertandingan, ketika pertandingan berlangsung masih banyak kekacauan yag terjadi dimana-mana terutama pada para suporternya,” ungkap Andy Fuller.
Andy Fuller juga mengungkapkan bahwa nilai budaya yang ada di Yogyakarta ini bukan hanya pada tempat wisata yang bagus tetapi juga pada klub sepakbolanya, sebab ini akan mejadi nilai tambah bagi kota Yogyakarta sendiri. Selain itu para suporter di Indonesia juga terkenal sangat tidak rapi, ini yang menjadi bahan kritikkan saya agar ketidak rapian ini menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan agar nantinya, klub sepak bola di Yogyakarta menjadi lebih baik.
Kecintaan suporter kepada para klub kebanggannya tidak perlu diragukan lagi. Suporter di Indonesia terkenal sangat aktif tidak seperti di luar negeri. “Jadi saya terkadang sangat heran dengan orang-orang yang mencintai klub sepakbola di luar negeri, padahal di Indonesia para suporter juga turut membantu dalam hal finansial klub sepak bolanya, sedangkan di luar negri klub sepak bola sudah dikuasai dengan para kapitalis yang bisa menguasai klub sepakbola,” paparnya.
Andy Fuller menjelaskan bahwa sebaiknya, tim management sebuah klub sepakbola bisa memperlakukan dan menghormati suporter karena suporterlah yang dapat membuat klub sepakbola itu berdiri saat tumbang. Selain itu setiap stadion sebaiknya memberikan pengamanan yang ketat dan perbaikkan sebuah stadion perlu dukungan penuh dari pemerintah kota. (Icha)