Masalah kesehatan semenjak hadirnya masa pandemi menjadi prioritas bagi hampir seluruh lapisan masyarakat. Salah satu yang tidak boleh luput dari perhatian adalah kesehatan anak utamanya mengenai gizi. Selain orang tua dan keluarga sebagai lingkungan terdekat, pemerintah juga dirasa berperan dalam hal ini.
Untuk itu, pada Sabtu (17/07), Muhammadiyah Maternal and Child Health Center (MMCC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya menggelar acara capacity building yang digelar secara daring (dalam jaringan). Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung peran pemerintah dan memperkuat peran masyarakat dalam melakukan skrinning, pemantauan, rujukan, dan mendukung penyediaan layanan pengobatan pada anak dengan gizi buruk melalui program bantuan psikososial, dengan mengundang Lurah Desa, Pimpinan Ranting Aisyiyah Kulon Progo, dan juga Kader Aisyiyah Kulon Progo.
Kulon Progo menjadi sasaran kegiatan karena menjadi salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan status gizi buruk dan kurang pada balita tertinggi. Hal ini ditegaskan oleh Drs. H. Sutedjo, Bupati Kabupaten Kulon Progo, dalam sambutannya saat membuka acara. “Apalagi keadaan diperburuk dengan tidak optimalnya upaya pencegahan stunting akibat pandemi COVID-19. Untuk itu peran lintas sektor harus diupayakan bersama untuk mengatasi masalah ini,” tambahnya.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UMY, H. Dr. dr. Koesbaryanto, M.Kes., dan dr. Diyah Nahdiyati, M.Kes., Sp.A., Wakil Ketua PCIM Jerman Raya mengamini hal tersebut.
Sementara itu, menurut Dr. Supriyatiningsih, Sp.OG., M.Kes., Ketua Pusat Studi
MMCC UMY, dalam pemaparan materinya menyampaikan bahwa komponen utama dan penting dalam Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) ialah mobilitas masyarakat, konseling PMBA/PMT, rawat jalan, dan rawat inap. Menurutnya, dukungan berupa sinergi kuat antara pimpinan daerah mulai dari Lurah Desa, Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pimpinan Daerah Aisyiyah, Kader Aisyiyah, dan Masyarakat sangat diperlukan.
Senada dengan hal tersebut, Defny Holidin, MPM., dari University of Osnabrueck, Jerman, menambahkan bahwa untuk melakukan penanganan gizi harus dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan dan juga kebijakan yang dibuat oleh pemerintah setempat. “Kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa dapat dimulai dengan melakukan prioritas pengembangan program dengan strategi yang berbasis bukti ilmiah relevan, hasil monitoring dan evaluasi, kearifan lokal, dan adaptif. Kebijakan pun harus berintegritas untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, utamanya menangani stunting,” imbuhnya.
Kader kesehatan Muhammadiyah merupakan sebuah kekuatan pergerakan dari masyarakat untuk masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Septi Panca Sakti, SS., BA., MSc (MPH), Perwakilan PCIM Jerman Raya Majelis Kesehatan, dalam pemaparan materi terakhir. Ia
menambahkan bahwa Kader sebagai penyambung masyarakat dituntut perlu memiliki kemampuan dan strategi komunikasi yang baik agar dapat berperan dalam pencegahan stunting ini. “Dengan skill tersebut, kader dapat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program kesehatan, memberi gambaran pencapaian hasil program, serta memberi gambaran pelaksanaan program kepada masyarakat,” terangnya. (ays)