BMT (Baitul Maal wa-at Tamwil) saat ini sedang mengalami tren positif dalam perkembangannya di masyarakat. Peran lembaga keuangan syariah mikro akan semakin penting dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut membuat pentingnya digagas paramameter kesuksesan manfaat lembaga keuangan berbasis syariah yang menempatkan rumah tangga utama sebagai indikator kemanfaatan BMT.
Hal ini terungkap dalam Kuliah Umum yang digelar Program Studi Ilmu Ekonomi Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bertajuk ‘Menggagas Parameter Manfaat Lembaga Keuangan Berbasis Maqashid Shari’ah’ yang disampaikan CEO PT Permodalan BMT Ventura Jakarta, Ir. Saat Suharto, Jumat (25/02) di Kampus Terpadu UMY.
Saat mengungkapkan dalam beberapa tahun tahun mendatang, diprediksikan jumlah lembaga keuangan syariah akan meningkat dua kali lipat. Pertumbuhan ekonomi kawasan yang saat condong ke arah dunia timur tentu akan membuka peluang bagi Indonesia. Sebagai negara berpopulasi muslim terbesar di dunia, tentu sajakeadaan tersebut itu akan memberikan keuntungan bagi pelaku ekonomi syariah. “Lima tahun mendatang akan menjadi era syariah” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan parameter kesuksesan BMT dapat diukur dengan mengunakan model rumah tangga utama. Ia menggagas bahwa ada lima indikator yag dapat digunakan untuk menganalisa kemanfaatan BMT. Indikator-indikator tersebut yaitu: indikator keimanan (dien), indikatr pendidikan (aqal) indikator sosial/kejiwaan manusia (nafs), indikator kesehatan (nash) dan indikator ekonomi/kekayaan (maal). “Indikator-indikator tersebut bukan berbasis individu atau masyarakat, akan tetapi rumah tangga” jelasnya
BMT, yang pertama kali muncul di Indonesia pada awal 1992,saat ini tengah bertumbuh sebagai bagian penting dari sistem keuangan mikro di Indonesia. Sesuai definisinya, BMT melakukan dua jenis kegiatan yaitu sebagai Baitul Maal dan Batul Tamwil. Dalam fungsinya sebagai Baitul Maal, BMT menerima dan mengelola zakat, infaq da shadaqah sesuai ketentuan. Sedangkan sebagai Baitul Tamwil, BMT menjadi penggerak dalam kegiatan menabung dan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi para pengusaha kecil.
Dalam pemaparannya, Saat juga meyoroti pentingnya budaya menabung pada masyarakat. Sehingga BMT saat ini seharusnya memfokuskan diri pada micro finance (tabungan) dan bukan padamicro credit (pembiayaan). “Akar kemiskinan masyarakat Indonesia adalah ketiadaan budaya menabung. Ketiadaan tabungan menyebabkan masyarakat jatuh ke rentenir. Komunitas yang punya budaya saving (menabung) akan mempunyai produktivitas jangka panjang”ungkapnya.
Ia juga berpesan agar para mahasiswa lebih serius dalam menemukan ide-ide baru sebagai solusi problematika masyarakat. “Saya menantang mahasiswa UMY untuk betul-betul bermujahadah(bersungguh-sungguh) dalam mengeksplorasi gagasan-gagasan baru dalam khasanah Islam sehingga dapat memberikan solusi untuk (masalah) umat” pungkasnya.