Berita

Moot Court Beri Wawasan Mahasiswa UMY Terkait Proses Persidangan

Penyelenggaraan praktik dalam proses pendidikan menjadi salah satu cara bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam mempersiapkan mahasiswanya untuk menjalani berbagai bidang profesi, termasuk di bidang hukum. Memiliki banyak profil lulusan yang berkiprah sebagai hakim, jaksa maupun pengacara dan advokat, praktik menjadi sarana bagi para mahasiswa Fakultas Hukum (FH UMY) untuk lebih memahami bagaimana proses yang dilalui. Baik dalam mengawal persidangan hukum maupun membuat produk hukum, yang dikenal dengan istilah moot court.

Ahdiana Yuni Lestari, M.Hum. selaku Koordinator Laboratorium FH UMY menyebutkan bahwa terdapat dua jenis praktik yang wajib diikuti oleh mahasiswa, yang dikenal sebagai Praktik Peradilan Semu dan Praktik Legislatif Semu. Walaupun sama-sama memiliki format persidangan, kedua jenis praktik ini memiliki hasil yang berbeda. Peradilan Semu merupakan penyelesaian permasalahan hukum. Sementara Legislatif Semu bertujuan untuk menyusun rancangan perundang-undangan maupun peraturan daerah.

Disampaikan oleh Ahdiana, Praktik Peradilan Semu pun mencakup beberapa jenis praktik yang terbagi ke dalam berbagai mata kuliah. Diantaranya Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Mahkamah Konstitusi, Peradilan Pidana, Peradilan Perdata dan Peradilan Agama, serta Praktik Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

“Termasuk Praktik Perancangan Kontrak Bisnis, Laboratirum Hukum FH UMY mengelola tujuh praktik persidangan yang seluruhnya dapat memperluas wawasan mahasiswa terhadap banyaknya proses peradilan dan perancangan perundang-undangan. Setiap praktik juga didampingi oleh dosen praktisi yang berprofesi di bidang hukum, seperti Hakim dari Pengadilan Tinggi, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi serta Panitera Mahkamah Konstitusi yang mayoritas dosen praktisi tersebut adalah alumni FH UMY,” ujar Ahdiana saat ditemui pada Sabtu (6/7).

Praktik Legislatif Semu menjadi sedikit berbeda karena dilaksanakan langsung di kantor DPRD Kabupaten Bantul, yang telah rutin digelar sejak 2022. Ahdiana menyebutkan bahwa dirinya ingin agar mahasiswa dapat merasakan langsung suasana yang dialami oleh para legislator dalam menyusun rancangan perundang-undangan. Bahkan situasi dan kondisi termasuk isu pembahasan benar-benar disesuaikan dengan yang sebenarnya terjadi di legislatif. Salah satu contoh kasus yang diangkat adalah rancangan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, terutama isu terkait TPST Piyungan.

“Dengan skema persidangan yang benar-benar menyerupai aslinya, kami ingin agar mahasiswa dapat mempraktikan seluruh materi yang sudah dipelajari sebelumnya, termasuk membuat naskah akademik dan naskah hukum seperti RUU dan Raperda. Ini pun berlaku untuk Praktik Peradilan Semu, dimana mahasiswa mendapatkan satu contoh kasus dan berperan menjadi petugas pengadilan seperti hakim, jaksa maupun panitera karena memang luaran dari sarjana hukum adalah menjadi praktisi hukum,” imbuh Ahdiana.

Seluruh praktik persidangan telah melalui proses yang terdiri dari pembelajaran teori, penyusunan berkas-berkas persidangan, simulasi hingga diakhiri dengan tujuh praktik baik legislatif semu maupun peradilan semu. Ahdiana berharap agar kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap semester ini dapat menjadi wadah mahasiswa untuk meneliti dan melaksanakan proses hukum sehingga dapat mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya dalam menjadi praktisi hukum. (ID)