Berita

MTCC UMY Adakan Field Trip Kunjungi Mantan Petani Tembakau

_MG_6822Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) pada hari Jumat (25/10) mengadakan field trip meninjau petani sayur binaannya di Pakis, Magelang. Desa tersebut dua tahun yang lalu merupakan desa yang mengutamakan tanaman temabakau, namun oleh MTCC dilakukan edukasi untuk tidak lagi menanam tembakau melainkan menanam sayur mayur. 

Panitia acara MTCC UMY Dianita Sugiyo mengatakan, selain melihat perkembangan dari mantan petani tembakau, Field trip juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada pembuat kebijakan bahwa petani sayur tetap potensial meski tidak lagi menanam tembakau. Jika petani tembakau di seluruh Indonesia beralih menjadi petani sayur, tingkat perekonomian Indonesia tidak akan jatuh. “Kita memperlihatkan bukti pada pemerintah dan masyarakat, nasib petani sayur sebenarnya lebih baik dari tembakau. Lagi pula tembakau yang dominan diperuntukan sebagai bahan produksi rokok itu sangat merugikan Indonesia”, jelasnya.
Dalam field trip yang diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Pemerintah Kabupaten Bantul, LSM, aktifis lingkungan, dan akademisi kampus, dipandu secara langsung oleh para petani dari desa Pakis. Para petani sangat semangat memperlihatkan hasil tanaman mereka. Lahan sekitar 50 hektar yang dimiliki oleh 3 petani sayur Pakis, dulunya ditanami tembakau. “Lihat buktinya, mereka bisa bangkit dan memiliki usaha yang lebih baik. Bermanfaat bagi kesehatan dan mereka bisa melakukan ekspor ke Singapura. Kan sangat membantu perekonomian Indonesia,” jelas Dianita.
Sedangkan Ketua Kelompok Tani Sayur Pakis Suayanto mengatakan, pada tahun 2009 kelompok tani beranggotakan sekitar 20 orang. Sedangkan sekarang bertambah menjadi 400 orang lebih. Peralihan dari petani tembakau menjadi petani sayur, menurut Suyanto dapat diterima karena tembakau sangat sulit perawatannya dan lama waktu panen. “Dulu orang berpikir kalau ditanami sayur, pendapatan kita bisa menurun. Tapi sekarang terbukti, sayur panennya sekitar 50 sampai 60 hari sekali, tembakau itu 7 atau 8 bulan sekali”, ujar ketua Kelompok Tani ini.
Selain minimnya pengetahuan tentang masa panen, cuaca yang tidak menentu juga mempengaruhi keyakinan masyarakat Pakis untuk beralih menjadi petani sayur. Sayur dinilai lebih tahan bermacam cuaca dibandingkan dengan tanaman tembakau. Jika hujan berkepanjangan, maka sudah pasti tembakau rugi panen. “Tembakau kalau hujan pati kita rugi, tapi sayur belum tentu. Banyak sayur yang bisa sesuai dengan hujan atau panas sekalipun. Itulah sebabnya masyarakat di sini mulai berpindah ke petani sayur”, jelasnya. (syah)