Berita

Muhammadiyah Desak Pemerintah Kerahkan Segala Kemampuan untuk Atasi Kasus Penyebaran Bencana Asap

IMG_0249Muhammadiyah prihatin dan menyayangkan terjadinya bencana asap yang hingga saat ini belum ada tanda-tanda untuk dapat teratasi, bahkan telah menimbulkan penderitaan dan menelan korban jiwa penduduk terutama anak-anak di Sumatera dan Kalimantan. Muhammadiyah menengarai bahwa bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di tanah air merupakan cerminan dari birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah dan pusat yang tidak baik dan koruptif. Muhammadiyah dalam hal ini mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk mengerahkan segala kemampuan dalam mengatasi penyebaran bencana asap yang telah terjadi di Kalimantan maupun Sumatera. Hal tersebut diungkapkan Prof. Dr. Muhjidin Mawardi, selaku Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rangka konfrensi pers Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Bencana Asap pada Selasa (27/10) bertempat di ruang pertemuan Kantor PP Muhammadiyah lantai 2.

Muhammadiyah juga menyesalkan kebijakan pengendalian kebakaran lahan gambut yang dipilih oleh pemerintah, yang jelas-jelas bertentangan dengan kaidah pengelolaan ekosistem lahan gambut yang benar serta melanggar pasal 26 PP No. 71 Tahun 2014. “Untuk memadamkan kebakaran di lahan gambut, cara yang dianjurkan oleh pemerintah dalam membuat kanal-kanal dan kolam air (embung) dengan tujuan untuk membasahi lahan gambut tidak akan berhasil dalam memadamkan api, akan tetapi justru sebaliknya, akan memperparah potensi kebakaran lahan gambut,” ungkap Prof. Muhjidin.

Ditambahkan Prof. Muhjidin, yang dilakukan pemerintah selama ini dengan membuat kanal dan kolam air (embung) tidaklah efektif, hal ini dikarenakan kanal dan embung yang dibuat tidak akan terisi air karena elevasi muka air lebih rendah daripada elevasi muka tanah, kecuali untuk daerah yang berdekatan dengan sungai yang terpengaruh gerakan pasang surut air laut. Selain itu, kanal dan embung yang tidak ada airnya jutru akan berperan sebagai kanal drainasi (pengatusan) dan akan mengatur air yang dikandung oleh lahan gambut sekitarnya sehingga akan semakin membuat lebar lahan yang terbakar. “Gambut yang sudah mengalami pengeringan ini akan sulit untuk dibasahi kembali (irreversible) walaupun disiram air atau terjadi hujan. Selain itu tanah gambut yang kering ini di samping akan mengalami subsiden yang mudah terbakar, dikhawatirkan pula lahan gambut yang terbakar justru akan semakin meluas dan lebih sulit lagi untu dipadamkan,” tambahnya.

Dengan ini Muhammadiyah berharap kepada pemerintah untuk dapat segera mengerahkan segala potensi teknologi dan sumberdaya untuk secara sungguh-sungguh, terencana dan berkesinambungan melaksanakan upaya penanggulangan bencana asap tersebut. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memilih dan menerapkan cara-cara pengelolaan lahan gambut yang berbasis kearifan lokal yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. “Pemerintah dapat mengambil langkah tegas dalam mencabut hak konsesi pengusaha perkebunan kelapa sawit yang telah menyebabkan bencana asap kebakaran lahan gambut, dan juga melakukan penegakan hukum kepada siapa saja pelaku pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang tentang pengelolaan lingkungan, sumberdaya alam dan pengelolaan ekosistem lahan gambut,” pungkas Prof. Muhjidin.

Berbagai upaya nyata dalam menanggulangi bencana asap yang terjadi turut dilakukan oleh Muhammadiyah melalui MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) dan bekerjasama dengan Lazizmu dengan membuat gerakan berjamaah mengatasi asap, melalui bantuan-bantuan tenaga medis, rumah sehat untuk anak, dan juga bantuan dari bidang pendidikan bagi daerah yang terkena bencana asap, seperti yang terjadi di Riau dan Sumatera. Selain itu, keberlanjutan dari pernyataan sikap Muhammadiyah tesebut akan diadakan diskusi lanjutan yang akan dilaksanakan pada Selasa (3/11) bertempat di Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).