Muhammadiyah kembali menggelorakan Islam Wasathiyah atau Islam moderat. Hal tersebut dilakukan Muhammadiyah dalam Pengajian Ramadhan 1446 H yang digelar oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dengan mengusung tema “Pengembangan Wasathiyah Islam Berkemajuan: Tinjauan Teologis, Ideologis, dan Praksis” yang diikuti oleh seluruh unsur pimpinan pusat, wilayah, daerah, serta unsur pembantu pimpinan pusat Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Dalam pengajian Ramadhan yang berlangsung mulai Minggu (2/3) hingga Selasa (4/3) di UMY Student Dormitory ini, Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber daya Insani (MPKSDI) PP Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan, S.Fil.I.,MPA., menjelaskan bahwa dalam konsep Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, juga terdapat karakteristik yang menguat tentang konsep Islam Wasathiyah.
Islam wasathiyah menurut Bachtiar adalah jalan yang dipilih oleh Muhammadiyah dan perlu ditanamkan dengan sungguh-sungguh oleh pimpinan Muhammadiyah sampai ke akar rumput.
“Karena itu, sebagai pimpinan, aktivis, kader, setidaknya harus terus menerus, tidak bosan mendengungkan Islam Wasathiyah ini dan menjadi influencer serta buzzer yang positif untuk menggelorakannya,” ujarnya dalam pembukaan Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah pada hari Minggu Sore (2/3).
Bachtiar menyebutkan bahwa dalam pengajian ini, terdapat tiga unsur utama yang dibahas terkait dengan Islam Wasathiyah. Pertama adalah perspektif teologis, yaitu bagaimana posisi Islam Wasathiyah oleh Muhammadiyah secara teologis dapat menjadi jalan tengah di tengah fenomena global keagamaan, agar tidak terjebak dalam ekstremisme kanan atau kiri.
Kedua adalah perspektif ideologis, yang membahas bagaimana Islam Wasathiyah dapat dipahami secara mendalam oleh pimpinan, aktivis, dan kader Muhammadiyah. Hal ini agar Islam moderat ini benar-benar dipahami oleh seluruh jamaah Muhammadiyah, baik dalam pikiran, ucapan, maupun tindakan.
“Kadangkala ada orang yang mengaku Islam moderat, tetapi pikirannya liberal dan tindakannya radikal, kasar, grasak-grusuk,” kata Bachtiar yang juga merupakan Dosen Ilmu Pemerintahan UMY.
Ketiga adalah perspektif praksis, yang menekankan bahwa Islam Wasathiyah tidak hanya sekadar omon-omon, wacana atau bahan diskusi, tetapi harus tercermin dalam tindakan praksis.
“Islam Wasathiyah harus kita tunjukkan melalui teladan, bagaimana Muhammadiyah mengelola organisasi dan masyarakatnya,” tegasnya.
Sementara itu, H. Agung Danarto, M.Ag., Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menegaskan bahwa keputusan Muktamar Surakarta tentang Islam Berkemajuan hanya memperkuat apa yang telah dilakukan Muhammadiyah sejak awal. Untuk mewujudkan Islam Berkemajuan, kata Agung, maka salah satu pilar pentingnya adalah literasi.
“Literasi ini penting dalam membangun peradaban Islam. Bahkan perintah untuk membaca dalam Al-Qur’an itu menjadi perintah paling awal. Literasi ini yang akan membawa Islam yang unggul dan ini harus diperjuangkan,” jelasnya.
Di abad pertama, Muhammadiyah sudah berhasil mentransformasikan ilmu dan memberikan banyak kesempatan menuntut ilmu. Namun, di abad kedua, yang menjadi tantangan Muhammadiyah bukan lagi mentransformasi ilmu atau memberikan kesempatan, tapi harus memproduksi ilmu pengetahuan sendiri dengan banyak melakukan riset dan inovasi baru yang bisa bermanfaat bagi masyarakat.
“Kalau dulu amal usaha Muhammadiyah lebih kepada memberikan kesempatan orang miskin untuk mendapatkan akses pendidikan, sekarang tugas itu sudah diambil pemerintah. Sehingga sekarang Muhammadiyah harus memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak bangsa, pendidikan yang inovatif, yang berbasis pada riset,” pungkas Agung. (Mut)