Film dapat dijadikan sebuah alat komunikasi yang tepat bagi sebagian orang untuk menyampaikan suatu pesan kepada khalayak. Melalui karya dalam bentuk audiovisual tersebut, seseorang dapat merubah suatu hal yang terlihat buruk menjadi yang lebih baik. Contohnya mengubah pola pikir masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik, melalui sebuah film dokumenter. Hal tersebut diungkapkan oleh Nia Dinata, seorang produser sekaligus sutradara film kenamaan Indonesia dalam kesempatannya ketika berkunjung ke Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Rabu (3/6).
Nia menambahkan, hal penting yang harus diubah dari Indonesia yakni meningkatkan rasa empati antar sesama masyarakat Indonesia yang hidup masih dalam keterbelakangan ekonomi, dan sosial. “Tingkat keegoisan masyarakat Indonesia saat ini cukup tinggi, rasa empati dan jiwa sosial terkadang luntur akibat kepentingan-kepentingan sendiri, padahal jika kita lihat lebih jauh, masih banyak masyarakat Indonesia yang masih merasakan kesulitan dalam hal ekonomi maupun sosial, dan melalui film dokumenter ini diharapkan dapat sedikit menyadarkan kepedulian antar sesama masyarakat Indonesia” paparnya.
Pada kesempatan yang sama turut diputar dua film dokumenter yang disutradarai Nia Dinata yaitu film dengan berjudul Tanah Mama dan Emak Dari Jambi. Film Tanah Mama yang dirilis pada tanggal 8 Januari 2015 bercerita tentang tanah Papua yang merupakan tempat yang begitu berjarak dengan daerah lain di Indonesia. Papua terkenal dengan tanahnya yang subur dan sumber mineralnya yang melimpah, ironisnya, masih banyak masyarakatnya hidup dalam kemiskinan, serta minimnya pelayanan kesehatan dan pendidikan. Di tengah situasi tersebut, perempuan memiliki perjuangannya sendiri melawan kekerasan dan diskriminasi seperti tokoh sentral dalam film ini yaitu Mama Halosina.
Mama Halosina adalah seorang ibu, istri, dan perempuan Papua yang pekerja keras yang hidup di area pedalaman Yahukimo, Wamena. Mama menghidupi dirinya sendiri beserta keempat anaknya karena ditinggal suaminya yang kawin Karena tidak memiliki lahan perkebunan sendiri, suatu saat tokoh Mama mengambil ubi di lahan milik keluarganya dan berimbas pada sanksi hokum adat membayar sebesar 500 ribu kepada keluarganya karena telah mencuri. Mama berusaha menyelesaikan masalah denda itu, tapi kesulitan demi kesulitan harus dia lalui. Film documenter ini disutradarai oleh Asrida Elisabeth dan diproduseri oleh Nia Dinata. “Perjuangan kami dalam memproduksi film ini sangatlah cukup besar, dengan kekuatan 4 wanita tangguh kami sanggup melewati perjalanan melewati pedalaman Yahukimo selama kurang lebih 5 jam dengan berjalan kaki, karena keterbatasan akses kendaraan yang lewat,” jelasnya.
Film Tanah Mama merupakan salah satu dari lima film yang diproduksi Kalyana Production dari Workshop Project “Change” Kalyana Shira Foundation yang merupakan sebuah kegiatan workshop membuat film dokumenter dan naratif pendek. Workshop tersebut rutin diadakan setiap 2 tahun sekali, peserta melakukan riset tentang film yang akan diproduksi kemudian ide cerita yang dipilih akan diproduseri menjadi sebuah film. “Melalui workshop project change ini kami memiliki misi untuk memperkenalkan masyarakat Indonesia sebuah film dokumenter, perlahan-lahan masyarakat akan sadar, mana film yang berkualitas dan layak untuk ditonton, dan mana film yang tidak pantas untuk di tonton melaui sebuah film dokumenter,” tandasnya. (adm)