Keberhasilan dalam ber-Diplomasi atau Lobi-lobi yang dilakukan terkait isu perlindungan warga negara indonesia (WNI) selain tergantung akan Political Impact dari suatu isu, Public Opinion (opini publik) juga sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan dari Diplomasi itu sendiri. Karena itu, diplomat harus berhitung secara cermat dan matang akan segala sesuatu yang mungkin akan terjadi setelah suatu isu yang telah dinegosiasikan dilemparkan pada publik.
Demikian paparan Dr. Lalu Muhammad Iqbal (Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia), saat menjadi narasumber dalam Seminar “Peran Media Dalam Membentuk Opini Publik”, Senin (4/5) di gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY. Acara seminar ini merupakan salah satu rangkaian acara KOMAHI EXPRESS (Exhibition of Press) Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dr. Lalu mengatakan, bahwa untuk keberhasilan dalam berdiplomasi itu harus berurusan dengan media dalam keadaan apapun, baik ketika ada kasus ataupun tidak ada kasus. “Dalam kondisi apa pun seorang diplomat harus tetap memiliki interaksi dengan media. Karena media itu menjadi bagian penting dalam proses diplomasi yang dilakukan oleh seorang diplomat. Jika diplomat tidak melakukan interaksi dengan media, maka dia akan mengalami kesulitan terutama saat ada isu-isu yang datangnya bukan dari kita (Kemenlu, red),” ujarnya.
Menurut Lalu, isu yang bukan datang dari Kemenlu itu terkadang membuat pihaknya serta para diplomat kesulitan meredam isu yang tidak diinginkan. Selain itu, isu yang menyebar tersebut juga bisa mempengaruhi opini publik. Jika isu yang datang itu bukan isu yang diinginkan, maka secara otomatis pula, opini yang mengalir di kalangan masyarakat juga akan negatif dan berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi. “Itulah mengapa diplomat itu harus memiliki hubungan baik dengan media. Sebab jika tidak demikian, maka akan terjadi suasana yang tidak menentu terhadap suatu isu yang sedang didiplomasikan,” ungkapnya.
Selain itu, imbuh Lalu lagi, bagi seseorang atau mahasiswa HI yang memang memiliki cita-cita menjadi diplomat, juga perlu memperhatikan satu hal ini, yakni bersikap jujur pada media. Terkait kasus yang sedang diperjuangkan oleh diplomat harus disampaikan secara jujur apa adanya kepada media. “Bahwa kita, sebagai diplomat itu sudah berjuang untuk menyelesaikan kasus yang melanda WNI kita. Kita harus menyampaikan dengan jujur pada media, bagaimana perjuangan kita menyelesaikan kasus tersebut. Hal ini juga penting diperhatikan oleh diplomat, sebab ketika suatu kasus itu sedang ditangani, opini publik akan sangat mempengaruhi hasil dari diplomasi yang telah dilakukan,” jelasnya.
Lalu mencontohkan bahwa ada pula kasus yang ditangani namun tidak berhasil, lantaran adanya mafia pengacara seperti yang terjadi pada kasus Satinah. Karena yang semula Satinah hanya akan membayar denda sebesar 2,5 juta riyal, justru menjadi 7 juta riyal atau 21 milyar. “Ini terjadi karena ada kebocoran pada media bahwa Satinah akan dieksekusi, sehingga media-media di Indonesia pun ikut memberitakannya. Akibatnya, opini publik yang muncul saat itu adalah, pemerintah Indonesia harus menyelamatkan Satinah. Nah, di situlah mafia pengacara dari korban itu memanfaatkan momen itu untuk menaikkan denda atau diyatnya. Dari yang semula cukup dengan 2,5 juta riyal, malah menjadi 7 juta riyal, atau 21 milyar,” ungkapnya.
Selain Dr. Lalu Muhammad Iqbal Hadir juga sebagai pembicara dalam seminar ini Ali Nur Yasin (Kepala Biro Redaksi Tempo DIY-Jateng). Selain acara seminar, kegiatan KOMAHI EKSPRESS ini juga meliputi workshop fotografi dan lomba fotografi untuk tingkat mahasiswa se-DIY dan Jawa Tengah. Wahid Ar. (Fotografer ISGRA Design Yogyakarta) dan Aris Wijayanto (Fotografer ALC Photosyndicate Yogyakarta) dijadwalkan akan mengisi workshop fotografer tersebut pada Selasa (5/5). Adapun pengumuman pemenang dari lomba fotografer tersebut akan dilaksanakan pada Sabtu (9/5).