Mempelajari dinamika politik dan kebijakan di berbagai negara rasanya sudah menjadi rutinitas bagi mahasiswa program studi Hubungan Internasional (HI). Hal tersebut menjadi wajar karena setiap perubahan yang terjadi di ranah geopolitik global memiliki potensi yang juga akan berdampak kepada Indonesia, terutama dari negara yang menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia. Demi menunjang pemahaman mahasiswa, berbagai pakar dan praktisi pun seringkali diundang, seperti yang terjadi pada Senin (24/10) dimana program studi HI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan kuliah umum bersama praktisi untuk mempelajari arah dari kebijakan politik Arab Saudi di tahun 2030 mendatang.
Kuliah praktisi yang diadakan di Gedung A.R. Fachrudin A ini mengahdirkan Drs. Eko Hartono, MPP., seorang Konsul Jendral Republik Indonesia di Jeddah sekaligus Duta Besar Indonesia untuk Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Turut hadir pula dalam acara yang bertajuk “Transformasi Saudi Di Bawah Mohammed Bin Salman” ini, perwakilan dari Atase Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya dan Kepala Sekolah Indonesia Jeddah, Sutikno, S.Pd., M.Pd.
Setelah dibuka oleh Prof. Dr. Ir. Sukamta, M.T., IPM. selaku Wakil Rektor Bidang Akademik, Eko Hartono memberikan penjelasan kepada mahasiswa HI UMY yang hadir mengenai gambaran umum dari visi Arab Saudi di tahun 2030. Dimulai dengan penyampaian wilayah kerja yang dinaungi oleh KJRI Jeddah. “Ada 4 provinsi yang menjadi Wilayah Kerja KJRI Jeddah, yaitu Tabuq, Makkah, Madinah dan Asyr. Sementara kantor dari KJRI sendiri berada di kota Jeddah,” jelas beliau.
Eko Hartono pun berpendapat bahwa kebijakan yang akan diterapkan oleh Arab Saudi di tahun 2030 mendatang akan berdampak kepada para pekerja migran di Arab Saudi, termasuk yang berasal dari Indonesia. “Sebelumnya perlu diketahui bahwa ada sekitar 36 juta penduduk di Arab Saudi, dan 37% dari jumlah penduduk tersebut adalah Warga Negara Asing (WNA)”, ungkapnya.
Eko juga menjelaskan bahwa terdapat tiga pilar utama yang menjadi fokus dari Visi Arab Saudi di tahun 2030. “Tiga pilar ini sudah mulai dibangun sejak tahun 2016 dan diprakarsai oleh Mohammed Bin Salman, Perdana Menteri Arab Saudi. Tiga pilar tersebut terdiri dari masyarakat yang dinamis (vibrant society), ekonomi yang kuat (thriving economy) dan bangsa yang aktif (ambitious nation),” jelas Eko.
Dampak dari diterapkannya tiga pilar tersebut, menurut Eko, mencakup berbagai sektor seperti pariwisata, ekonomi dan keamanan. Dalam sektor ekonomi, keterlibatan tenaga kerja termasuk tenaga kerja asing pun akan sangat terdampak. Eko menyampaikan bahwa akan terjadi peningkatan dalam penyediaan lapangan pekerjaan termasuk untuk WNA. “Dari penyerapan tenaga kerja ini, 25% akan dikhususkan untuk warga Arab Saudi. Juga, wilayah Arab Saudi akan terbagi ke dalam wilayah pemerintahan yang berpusat di Riyadh, dan wilayah pariwisata dan bisnis yang berpusat di Jeddah,” jelas Eko.
Kuliah praktisi kali ini berjalan interaktif dengan diisi oleh mahasiswa yang antusias mengajukan berbagai pertanyaan. Eko sendiri menilai bahwa tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam menyikapi Visi Arab Saudi di 2030 cukup besar. “Masih banyak pekerja migran dari Indonesia yang bermasalah di Arab Saudi, dari segi investasi Arab Saudi di Indonesia pun dapat dibilang tidak terlalu signifikan,” pungkas Eko.