Berita

Pakar Ekonomi Sebut Ekosistem Halal Perlu Diperkuat Rantai Pasok yang Berkelanjutan

Jaminan atas produk bersertifikat halal yang mudah untuk ditelusuri menjadi satu dari sekian tantangan dalam mengoptimalkan rantai pasok atas produk halal. Rantai pasok menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem halal di suatu negara, dimana menurut Dr. Dzuljastri Abdul Razak sebagai peneliti atas riset halal di Malaysia, memerlukan koordinasi efektif dan kolaborasi sejak produk berupa bahan mentah hingga siap dipasarkan.

Disampaikan di depan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam agenda kuliah umum, Dzuljastri mengungkapkan bahwa rantai pasok dalam ekosistem halal perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Ini menjadi penting mengingat prinsip dari ekosistem halal dalam produk adalah untuk menghilangkan unsur berbahaya yang memengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan. Adanya kesamaan prinsip dengan tujuan berkelanjutan menjadikan rantai pasok dalam ekosistem halal tidak lagi sebatas kewajiban umat Islam namun juga berdampak bagi keberlanjutan pasar global.

“Ekosistem halal memerlukan rantai pasok yang berkelanjutan atas dasar beberapa keunggulan, salah satunya memudahkan untuk menelusuri dan mendeteksi adanya kontaminasi dalam sebuah produk. Jika rantai pasok umumnya mengelola proses produksi hingga pemasarannya, ekosistem halal dengan konsep berkelanjutan memiliki sifat lebih stabil dengan menyeimbangkan lingkungan dan ekonomi. Ini dicapai dengan adanya sirkulasi produk habis pakai yang bernilai ekonomi dalam penerapan ekosistem halal,” ujar Dzuljastri, pada Senin (21/10).

Di Indonesia, ekosistem halal dipandang telah memiliki dasar yang kuat dengan adanya lembaga yang mengatur dan mengawasi regulasi halal. Ditemui pada Selasa (22/10), dosen sekaligus Direktur International Program of Islamic and Economic Finance (IPIEF) UMY, Dimas Bagus Wiranatakusuma, M.Ec. Ph.D. merasa bahwa kurangnya kesadaran di masyarakat atas rantai pasok halal dan berkelanjutan menjadi tantangan untuk menerapkan ekosistem halal secara optimal.

“Kami ingin memberikan perspektif seperti apa konsep halal yang menyeluruh, mulai dari proses hingga pengelolaan dalam aspek keberlanjutan. Masyarakat Indonesia masih memandang jika ekosistem halal adalah sebuah program, padahal menurut saya ini merupakan sebuah kebutuhan yang menyangkut kehidupan manusia. Halal telah menjadi konsep umum untuk memastikan suatu produk baik secara bahan dan benar secara proses,” ungkap Dimas.

Menurut Dimas, konsep halal perlu dipandang sebagai integrasi antara proses dan bahan yang dapat diterapkan ketika ekosistem halal sudah terbentuk dengan baik. Ekosistem halal pun perlu ditunjang dengan pemahaman secara masif di masyarakat, dan nantinya akan berujung kepada terciptanya industri halal yang tidak selalu berupa makanan, namun juga industri pakaian, farmasi hingga pariwisata. Sebagai ekosistem, halal menjadi landasan utama dalam menciptakan ekonomi yang digerakkan dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.

Adanya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pun dipandang oleh Dimas sebagai bentuk akomodir dalam mengkondisikan ekosistem halal, menjadikan Indonesia sudah berada di jalur tersebut. Ia merasa bahwa tujuan untuk menciptakan ekosistem halal yang ideal tidak memerlukan waktu lama, namun tetap memerlukan proses birokrasi yang baik agar kebijakan dari pusat dapat disebarluaskan dan mendapatkan antusias dari masyarakat, baik sebagai produsen maupun konsumen dalam ekosistem halal. (ID)