Berita

Kepala BKN Usulkan Pekerjakan Kembali Pegawai yang Terlanjur Resign, Pakar UMY: Pemerintah Sejak Awal Harus Punya Perencanaan Matang

pakar organisasi UMY

Penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 hingga 7 bulan lamanya menuai berbagai protes dari masyarakat. Terutama bagi mereka yang kadung mengundurkan diri dari pekerjaan lamanya demi mengabdi di pemerintahan. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Fakhri pun memberikan pernyataan yang justru menimbulkan kebingungan dan membuat masyarakat geram.

Ia mengusulkan agar Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) yang sudah terlanjur mengundurkan diri untuk dapat kembali pada pekerjaan lamanya sampai mendekati waktu pengangkatan.

Pernyataan itu pun direspon oleh pakar organisasi pemerintahan digital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Ulung Pribadi, M.SI. Ia mengatakan, idealnya pemerintah sejak awal harus memiliki perencanaan yang lebih matang dalam hal rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN), agar tidak menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang merugikan individu dari penundaan CPNS 2024 ini.

“Jika BKN berencana menghubungi perusahaan atau instansi sebelumnya, pertanyaannya sejauh mana efektivitas langkah ini dalam menjamin bahwa para calon ASN bisa mendapatkan kembali pekerjaan mereka. Secara hukum, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk menerima kembali mantan karyawan yang telah mengundurkan diri itu,” kata Prof. Ulung Pribadi kepada Humas UMY (12/3).

Kebijakan ini juga menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan publik di sektor pemerintahan dan dinamika di sektor swasta. Perusahaan swasta biasanya memiliki kebijakan rekrutmen dan pengelolaan SDM sendiri, sehingga keputusan untuk menerima kembali mantan pegawai sangat bergantung pada kebutuhan perusahaan, bukan intervensi pemerintah.

Selain itu, ia menegaskan, tindakan ini bisa menimbulkan preseden bahwa pemerintah dapat “mengembalikan” pegawai yang terlanjur keluar dari pekerjaannya, padahal dunia kerja memiliki aturan tersendiri yang berbeda dengan mekanisme birokrasi pemerintahan.
Penundaan itu tentunya juga bisa menciptakan beban psikologis dan ketidakpastian karier. Mereka yang sudah mengundurkan diri merasa dirugikan karena kehilangan sumber penghasilan tanpa ada kepastian kapan mereka akan diangkat sebagai ASN secara resmi.

“Tidak ada jaminan bahwa semua individu akan mendapatkan kembali posisi yang sama atau lebih baik dibandingkan pekerjaan sebelumnya,” tandasnya.

Lebih jauh, Prof. Ulung menjelaskan, dalam Ilmu Pemerintahan, perencanaan kebutuhan SDM dalam birokrasi merupakan bagian dari perumusan kebijakan publik yang harus berbasis pada data yang akurat dan prediksi yang matang. Jika rekrutmen ASN masih mengalami penundaan yang tidak terduga, maka ada kemungkinan bahwa perencanaan kebutuhan pegawai di instansi pemerintah belum dilakukan dengan baik.

Dengan begitu, menurut Prof. Ulung perlu ada reformasi dalam manajemen perencanaan ASN agar tidak terjadi kasus serupa. Kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan birokrasi, keberlanjutan pelayanan publik, serta hak-hak individu yang telah mengikuti seluruh proses seleksi dengan baik.

“Kebijakan penundaan dan usulan mempekerjakan kembali pegawai yang telah terlanjur mengundurkan diri merupakan langkah yang patut dikaji dari beberapa aspek tata kelola pemerintahan dan kebijakan publik. Dalam prinsip good governance, transparansi dan kepastian hukum adalah hal yang sangat penting,” tutupnya. (Mut)