Berita

Pelaksaan JKN Masih Perlu Perbaikan

IMG_2717Implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia sudah berjalan selama satu tahun. Namun berjalannya program pemerintah ini juga tak lepas dari berbagai persoalan yang harus diselesaikan. Bahkan terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan ke depannya, agar program JKN yang sudah dicetuskan oleh pemerintah ini bisa berjalan lebih baik dan maksimal lagi.

Demikian disampaikan Dr. Suranto, M.Pol, peneliti dan dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat menjadi pembicara dalam acara Focus Group Discussion ​(FGD) tentang “Evaluasi Satu Tahun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)”, Kamis (26/3). Acara yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Pemerintahan, Program Pascasarjana UMY dan bertempat di ruang sidang komisi gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY ini, bertujuan untuk memetakan implementasi JKN, kualitas layanan JKN dan mendapatkan rekomendasi perbaikan pelaksanaan JKN.

Dalam pemaparannya, Dr. Suranto menyebutkan jika beberapa persoalan masih terjadi dalam pelaksanaan JKN ini, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Persoalan JKN itu didominasi oleh lemahnya layanan JKN, pemberian obat yang belum maksimal, minimnya sarana kesehatan, rendahnya kapitasi, kurangnya SDM dari tenaga medis, dan menurunnya keuntungan yang diterima peserta. “Peserta JKN di DIY juga mengeluhkan jika jatah obat pasien untuk sekali periksa itu berkurang, termasuk singkatnya masa berlaku surat rujukan dari yang dikeluarkan pihak Puskesmas. Pengurangan jatah obat ini tentunya dianggap merepotkan pasien karena harus berulang kali ke rumah sakit,” ujarnya.

Selain itu, kelemahan yang lain adalah mekanisme rujukan dan antrian yang panjang di rumah sakit, rumitnya prosedur menjadi peserta JKN, petugas medis yang sering tidak siap di tempat tugas, sikap petugas yang ketus, panjangnya antrian obat, seringnya pasien rawat inap dialihkan ke kelas inap di atas yang menjadi hak pasien, dan pasien merasa dipersulit untuk mendapat perawatan di rumah sakit. “Karena itulah, dalam konteks kebijakan, evaluasi atas pelaksanaan program JKN ini menjadi penting untuk dilakukan. Agar di masa mendatang perbaikan-perbaikan untuk program JKN ini bisa dilakukan,” imbuh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UMY ini lagi.

Sementara itu, Ketua Program Studi MIP Pascasarjana UMY, Dr. Dyah Mutiarin, M.Si yang juga terlibat dalam penelitian mengenai evaluasi program JKN di DIY ini mengatakan, permasalahan mengenai kurangnya SDM dari tenaga medis juga ditemui. Di daerah-daerah yang termasuk daerah pedalaman, terkadang dokter yang bertugas di sana pun sangat sedikit. Akibatnya, pelayanan terhadap pasien pun menjadi tidak maksimal. “Program JKN ini sebenarnya sudah siap dan cukup bagus untuk dijalankan, tapi dari sisi medisnya belum. Karena distribusi dokternya tidak merata, jadi pelayanan pada pasiennya tidak bisa maksimal. Belum lagi terkadang ada perbedaan tanggapan pelayanan dari tenaga medis, saat melayani pasien yang menjadi peserta JKN dengan yang bukan,” ungkapnya.

Karena itu, lanjut Dyah lagi, adanya FGD dalam rangka mengevaluasi program JKN ini diharapkan bisa menghasilkan masukan berharga untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Selain itu juga merekomendasikan perbaikan layanan JKN, baik pada pemerintah maupun tenaga medis sendiri, dengan berdasarkan pada temuan analisis layanan JKN khususnya di DIY. “Jadi, pelaksana program yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dangan penyelenggara fasilitas kesehatan seperti Fasilitas Kesehatan Tingkat 1 dan Fasilitas Kesehatan Tingkat II perlu meningkatkan komunikasinya lagi. Upaya penyamaan persepsi antara BPJS dengan penyelenggara fasilitas kesehatan tentang JKN kepada peserta, serta pengelola mekanisme klaim JKN juga perlu ditingkatkan,” jelasnya.

Selain itu, imbuh Dyah lagi, hal yang perlu dilakukan perbaikan yakni upaya meminimalisasi diskriminasi layanan kesehatan, khususnya antara anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non PBI, baik untuk layanan rawat inap maupun rawat jalan. Kemudian, sosialisasi terkait program JKN juga masih perlu ditingkatkan, mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami skema program ini. “Dan terakhir, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program perlu terus ditingkatkan di masa mendatang,” pungkasnya. (sakinah)