Gempa Yogyakarta di tahun 2006 meninggalkan berbagai kerusakan dan kerugian. Untuk menata kembali perekonomian dan
menyelesaikan krisis, salah satu upaya yang dilakukan sejauh ini antara lain pemberdayaan di sektor pertanian. Untuk mengoptimalkan hasil pertanian, perlu adanya pemahaman dari semua pihak terkait. Namun, ternyata ada perbedaan pemahaman antara pihak pemerintah dengan masyarakat petani itu sendiri. Akibatnya, pemberdayaan menjadi tidak seoptimal yang diharapkan.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Indardi, M.Si, Dosen Fakultas Pertanian UMY, saat berorasi ilmiah tentang “Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Tani”, pada Sabtu (3/3) bertempat di Kampus Terpadu UMY. Dalam orasi ilmiah tersebut, dipresentasikan disertasi Indardi yang baru saja menyelesaikan S-3nya di Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung. Penelitian disertasinya mengambil studi kasus dalam Kelompok Tani Jamur Merang di Desa Argorejo, Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Menurut temuan Indardi, ada perbedaan pemahaman tentang konsep-konsep pemberdayaan masyarakat dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. “Pada level pemerintah, pemberdayaan dimaknai secara konseptual, walau pun ada beberapa yang memaknai secara praktis. Sementara masyarakat tani, pemberdayaan dimaknai secara praktis, yakni bekerja bersama-sama untuk sebuah hasil yang bisa dirasakan bersama pula,” tuturnya.
Kenyataan di lapangan, menurut Indardi, menunjukkan bahwa pemberdayaan kelompok tani sebetulnya berangkat dari individu yang cukup berdaya, namun dalam pelaksanaan kegiatannya belum bisa memberdayakan petani seperti yang diharapkan. “Peran pemerintah dalam hal ini lebih bersifat terkait dengan pendanaan dan pembinaan untuk teknis operasional saja, dalam kegiatan produksi jamur merang. Seharusnya, lebih baik bila pemerintah juga menyentuh pranata atau kelembagaan yang diperlukan, agar dapat memperkuat individu untuk berkembang,” ujarnya.
Temuan yang lain, masih menurut Indardi, proses komunikasi yang terjadi pada kelompok tani, cenderung hanya pada teknis budidaya jamur merang saja. “Belum ada pertemuan rutin untuk membahas berbagai persoalan yang ada. Secara garis besar, proses komunikasi yang terjadi dalam kelompok tani jamur merupakan komunikasi seperlunya saja,” lanjutnya.
Selain itu, Indardi juga menemukan bahwa dalam meraih keberhasilannya, masing-masing petani memiliki nilai-nilai individual yang dijadikan pedoman masing-masing. Capaian itu dapat dikategorikan belum berhasil, sehingga masih memerlukan berbagai upaya agar lebih maksimal. (intan)