Berita

Pemenuhan hak sosial bagi perempuan masih minim

Dewasa ini, tuntutan persamaan hak laki-laki dan perempuan semakin gencar terjadi, namun perempuan masih belum menikmati hak sosial mereka. Untuk itu, Perempuan perlu diberdayakan agarmelek terhadap haknya dan mampu memperjuangkan hak dan kepentingannya agar tidak tergantung pada orang lain. Ajaran Islam memberikan solusi tentang pemenuhan hak perempuan secara maksimal.

Hal itu terungkap dalam seminar berjudul “Hak Progresif Perempuan Masa Kini” yang diselenggarakan Korps Mahasiswa Ilmu Pemerintahan- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KOMAP-UMY) pada Selasa (15/03).  Hadir sebagai pemateri dalam acara ini Drs. Suswanta, M. Si dan Ane Permatasari, S. IP, M.A, keduanya dosen jurusan Ilmu Pemerintahan UMY serta Oktarina Arsly, S. Psi, aktivis LSM Rifka Annisa.

Ane mengungkapkan permasalahan terbesar perempuan saat ini adalah mereka tidak bisa menikmati hak sosial mereka  secara maksimal. Walaupun hak-hak perempuan tidak pernah berubah sejak zaman Nabi Muhammad, namun sampai saat ini hak-hak tersebut tidak terpenuhi secara baik. Jika ada pandangan bahwa hak perempuan itu berubah dari waktu ke waktu, pandangan tersebut harus diluruskan.

Masih menurut Ane, wanita memiliki fungsi kodrati yang tidak bisa digantikan laki-laki. Fungsi-fungsi seperti hamil, melahirkan dan menyusui tidak adalah fungsi yang tidak dipertukarkan. Fungsi kodrati tersebut yang seharusnya dilakoni perempuan dengan baik dan tidak diperdebatkan. Sedangkan fungsi sosial dan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan karir dan kesejahteraanlah yang harus diperjuangkan secara maksimal.

“Perempuan jangan mempermasalahkan fungsi kodrati mereka. Fungsi kodrati tersebut tidak bisa diperdebatkan. Yang hanya bisa kita perdebatkan hanyalah fungsi sosial perempuan dalam masyarakat” ujarnya.

Sementara itu, Suswanta menyoroti tentang perlunya perubahan cara pandang tentang fungsi perempuan. Secara luas diketahui bahwa dalam masyarakat kita berkembang kepercayaan bahwa perempuan dalam beberapa hal masih berada dibawah laki-laki. “Harus ada dekonstruksi mitos tentang perempuan. Domain wanita bukan hanya di kasur, dapur dan sumur. ” ungkapnya

Ajaran Islam, menurut Suswanta, dapat menjadi jawaban atas permasalahan kesetaraan jender tersebut. Meskipun Islam dianggap berkontribusi dalam penindasan wanita karena kentalnya unsur maskulin dalam ajaran Islam, namun hal tersebut terjadi karena kesalahan pemahaman terhadap ajaran Islam. Islam merupakan agama emansipasi. Sehingga diperlukan pembaharuan dalam pengajaran Islam berkenaan dengan kesetaraan hak dan perempuan.

“Islam telah mewujudkan cita-cita feminis karena dalam ajarannya wanita berada di level yang lebih mulia. Terbukti gerakan emansipasi dalam Islam meningkatkan derajat wanita” tegasnya.

Lebih lanjut Suswanta menegaskan “Islam memandang wanita mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, tapi fitrah kewanitaan yang dimilikinya membedakan peranan wanita dan laki-laki dalam kehidupan sosial. Perbedaan itu tidak berarti membuat wanita lebih rendah dibanding laki-laki atau sebaliknya. Menjadi muslimah progresif berarti siap menjadi ibu, istri dan transformer demi pembebasan dan kemajuan”