Krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini, salah satu penyebabnya adalah kebijakan pangan yang tidak memihak pada kesejahteraan petani. Akibatnya, pemerintah terus menekan harga pangan, tanpa memperhatikan harga beli pangan dari para petani yang rendah. Karena itulah, dibutuhkan restrukturisasi kebijakan pangan demi keberlanjutan ketersediaan pangan nasional.
Hal itu disampaikan Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, MS dalam acara seminar bertajuk “Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Komda Yogyakarta bekerjasama dengan Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Yogyakarta (UMY). Acara ini diselenggarakan di ruang sidang AR. Fakhruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY, Rabu (17/4).
Dwidjono mengatakan, bahwa pola kebijakan pangan di negeri ini masih menitikberatkan pada ketersediaan untuk konsumsi pangan. Tidak ada kebijakan yang secara sistematis mengarah langsung pada kesejahteraan petani, tapi lebih pada peningkatan produksinya. “Akhirnya, kesejahteraan petani merosot lagi, tapi permintaan produksinya naik terus. Petani yang memproduksi beras, tapi dia juga menerima raskin,” kata ahli pembangunan pertanian ini lagi.
Ketua Prodi S2 Ekonomi Pertanian UGM ini juga memaparkan, permasalahan lain yang juga harus diperhatikan adalah pesatnya perkembangan industri berbahan baku pangan. Menurutnya, permintaan bahan baku pangan dari industri-industri tersebut meningkat terus. Sebaliknya, permintaan pangan untuk konsumsi selalu naik turun. “Jadi yang terlihat itu hanya kebutuhan konsumsi pangan yang menurun. Akhirnya, impor jadi salah satu cara untuk memenuhi konsumsi pangan.”
Padahal, menurut Dwidjono lagi, impor itu tidak selamanya menguntungkan negara. “Indonesia tidak boleh bergantung terus pada impor. Jika ini terus dilakukan, maka itu adalah kebodohan. Lebih baik meningkatkan produksi dalam negeri melalui tangan-tangan petani kita, agar hidup mereka juga bisa sejahtera,” imbuhnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Masyhuri, Ketua Perhepi Komda Yogyakarta, memaparkan bahwa acara tersebut diselenggarakan agar ketahanan pangan di Indonesia segera terwujud dengan baik. “Kita harus tetap mempetahankan pangan agar masyarakat mendapatkan pangan yang baik, halal, murah, dan berkualitas,” paparnya.
Selain itu, adanya Asean Economy Community pada tahun 2015 juga menjadi tantangan tersendiri bagi para petani di Indonesia. “Konsekuensinya adalah, bagaimana kita bisa memanfaatkan momen tersebut bagi para petani kita. Jangan sampai kita hanya menjadi pasarnya orang atau negara lain, tapi tidak bisa memanfaatkan potensi yang kita miliki,” pungkasnya.