Penderita gagal ginjal saat ini masih banyak yang merasa takut untuk menjalani pengobatan dengan cara transplantasi atau cangkok ginjal. Padahal, cara tersebut bisa menjadi salah satu jalan untuk menemukan kesembuhan. Selama ajal belum menjemput, seorang penderita gagal ginjal masih memiliki harapan dan kesempatan untuk hidup.
Hal itulah yang dikatakan oleh dokter spesialis penyakit dalam, dr. Bambang Jarwoto, Sp.PD, dalam seminar bertajuk “Transplantasi Ginjal Dalam Pandangan Medis dan Syariah”. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Ruang kuliah lantai 3 Gedung Osce Center PKU Gamping, Sabtu (4/5).
Menurut dr. Bambang, pasien gagal ginjal tak perlu takut melakukan tranplantasi ginjal. “Kami sering menemui pasien atau keluarga pasien yang sudah putus asa ketika dia divonis gagal ginjal. Menurut saya selama ajal belum menjemput masih ada harapan untuk hidup. Karena itulah, kita perlu melakukan sosialisasi Transplantasi ginjal ini baik bagi penderita gagal ginjal maupun pendonornya,” ungkapnya.
dr. Bambang juga memaparkan sejarah panjang peoses transplantasi organ tubuh manusia. “Ide awal pencangkokan organ sudah dilakukan dari tahun 2000 sebelum masehi, namun baru pada tahun 1897 seorang ilmuwan Amerika Serikat berhasil menyambung pembuluh darah. Itulah yang menjadi titik awal pencangkokan ginjal yang ada di dunia,” jelasnya.
Namun menurutnya Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat soal transplantasi ginjal. “Di Amerika dan Eropa donor ginjal dari jenazah atau cadaver sudah banyak dilakukan, di Indonesia sendiri belum pernah ada yang mencobanya, kita hanya masih mengandalkan donor dari orang yang masih hidup (living donor). Ketika ada korban kecelakaan misalnya, yang sudah mati adalah batang otaknya, namun organ yang lainnya seperti ginjal masih berfungsi dalam 48 jam,” ujarnya lagi.
Akan tetapi, menurut dr. Bambang, untuk melakukan tranplantasi ginjal tersebut juga harus memperhatikan beberapa hal penting. Diantaranya seperti, pendonor harus dipastikan sehat, tidak memiliki riwayat batu ginjal karena menurun fungsi ginjalnya. “Suksesnya transplantasi ginjal ditandai dengan Ureter yang berkontraksi dan menghasilkan urine yang banyak. Namun tetap ada efek samping setelahnya, misalnya mual atau bahkan bisa mengalami gagal ginjal untuk kedua kalinya. Karena itulah, dokter juga harus selalu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien mengenai kemungkinan-kemungkinan terburuknya,” tambahnya.
Sementara itu, dari tinjauan syariah, Homaidi Hamid S.A M.Ag selaku anggota majelis tarjih dan tajdid Muhammadiyah menyatakan bahwa berdasarkan hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan, maka hukum untuk transplantasi organ adalah boleh. “Muhammadiyah memandang transplantasi organ sebagai upaya pengobatan dalam kondisi darurat diperbolehkan selama tidak membahayakan pihak pendonor,” jelasnya.
Homaidi juga menambahkan baik living donor maupun cadaver donor karena darurat menurut medis maka boleh hukumnya. “Yang tidak boleh itu jual-beli organ tubuh karena ginjal dalam islam bukan masuk kategori harta yang dapat diperjualbelikan,” tegasnya.
Dalam diskusi tersebut hadir pula salah seorang penderita gagal ginjal yang sukses melakukan transplantasi ginjal, yakni Kushartono. Ia menceritakan bahwa kakaknya mendonorkan salah satu ginjalnya kepadanya. Kushartono juga telah menjalani cangkok ginjal pada tahun 2001 bersama dr. Bambang Jarwoto. “Dulu saya merasa sangat berat ketika sakit, sangat beban, dan bosan karena tiap seminggu dua kali harus cuci darah itu pun 5 jam. Yang menguatkan saya adalah anak-anak saya yang masih kecil pada waktu itu. Setelah melakukan operasi transplantasi, badan saya langsung enak seperti penyakit saya yang sudah 7 bulan hilang begitu saja,” tuturnya.
Ia juga mengaku sangat bersyukur melakukan operasi transplantasi ginjal. “Kalau saya tidak melakukan operasi, entah saya masih hidup apa tidak. Sekarang saya sudah menjalani hidup seperti biasa. Saya tahu bahwa kondisi saya pasti menurun pasca operasi, jadi saya sekarang kemana-mana pakai masker. Sebisa mungkin saya menghindari kerumunan dan menghindari rumah sakit,” tutupnya. (bagas)