Maraknya Globalisasi dan Radikalisme Islam di Indonesia adalah salah satu permasalahan besar bangsa ini. Gerakan radikal ini bukan semata fenomena satu agama saja mengingat ada beberapa gerakan radikal global yang terjadi hingga saat ini. Untuk meminimalisir hal tersebut diperlukan pendidikan dan keterbukaan pemikiran bagi perbedaan pendapat yang ada.
Hal tersebut disampaikan oleh Pakar kajian agama dari Arizona State University, Amerika Serikat, Prof. Dr. Mark R. Woordward dalam Pidato Milad ke-30 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUMY, Kamis (03/03) di Kampus Terpadu UMY.
Menurut Mark, gerakan radikalisme global bukanlah fenomena yg baru. Ini adalah fenomena sosial yang sudah sejak lama eksis. Gerakan ini sudah lahir sejak globalisasi dimulai ribuan tahun yang lalu. Gerakan global yang paling besar adalah religion movement (gerakan agama) seperti penyebaran agama-agama seperti Islam dan Kristen. “Gerakan radikal bukan hanya fenomena satu agama saja. Ada beberapa gerakan radikal global dan itu bukan hanya Islam” tegasnya.
Lebih lanjut Mark ini mengelaborasi tentang sifat gerakan radikal global. Ia menjelaskan setidaknya ada beberapa sifat dasar yang melekat pada gerakan radikal global. Salah satunya adalah mereka sangat eksklusif dan menganggap bahwa hanya mereka yang mengetahui kebenaran. “Mereka memonopoli kebenaran untuk kalangan mereka sendiri” ungkapnya. Selain itu, gerakan radikal juga berorientasi pada social change (perubahan sosial) untuk semua. dan menghalalkan segala metode untuk melaksanakannya.
Sedangkan mengenai radikalisme Islam, Mark menjelaskan pada prinsipnya gerakan radikal Islam tidak berbeda dengan gerakan radikal yang lain. Mereka hampir sama dengan gerakan radikal yang lain. Salah satu sifat mereka adalah sangat eksklusif dan memonopoli kebenaran.
Untuk itu, Mark menilai cara terbaik untuk meminimalisir gerakan radikal adalah melalui pendidikan. Ia menekankan pentingnya peran pendidikan untuk memahami perbedaan antar umat beagama maupun yang seagama. “Untuk membuat suatu sistem counter radical’, saya kira hanya ada satu cara yaitu pendidikan. Ada beberapa macam penddikan yang penting sekali, salah satunya adalah menanamkan keterbukaan untuk dapat menerima pendapat yang lain” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan pentingnya pendidikan agama Islam yang cukup untuk bisa meminimalisir pengaruh radikalisme Islam. Pendidikan agama Islam itu penting karena kebanyakan orang yang masuk gerakan keras masih berusia muda dan belum punya pengetahuan yang banyak tentang agama.
“Kalau ada tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, kita bisa meihat kekeliruan dalam proganda gerakan-gerakan tersebut. Saya kira salah satu vaksin untuk gerakan kekerasan adalah pendidikan agama” tegasnya.
Sementara itu, Dekan FISPIOL UMY, Dr. Ahmad Nurmandi mengungkapkan jika komitmen Negara bangsa saat ini tidak jelas, misalnya dalam implementasi salah satu pilar bangsa yaitu Pancasila yang dinilai masih belum optimal mengingat masih munculnya berbagai konflik baik ras, agama, maupun suku. “Kondisi ini kemudian ditambah dengan fenomena dimana Negara digerogoti oleh kelompok atau gerakan radikal yang mengatasnamakan umat Islam,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menilai jika rasa persatuan bangsa dalam melihat ke-Bhineka Ika an juga mengalami penurunan sehingga FISIPOL UMY merasa perlu memberikan kontribusinya dalam turut mencetak generasi muda yang paham dan mampu bersikap dengan tepat dalam menghadapi era globalisasi saat ini.
Dalam refleksi usianya yang menginjak 30 tahun, FISIPOL UMY yang berdiri pada tahun 1981 dan dan menaungi tiga jurusan, yakni Ilmu Hubungan Internasional, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu Komunikasi berkomitmen untuk menjadi fakultas yang unggul dalam pendidikan yang bertaraf internasional dengan pengembangan ilmu pengetahuan sosial dan politik yang berlandaskan moral dan etika Islami. Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, FISIPOL dalam proses pembelajarannya selalu berupaya meningkatkan kualitas keilmuan dan ketrampilan yang berstandar internasional.