Berita

Penegakan dan Pelayanan Hukum Indonesia Bermasalah

_MG_0096
Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L, (Kiri) mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2001-2008

Hukum di Indonesia saat ini memang sedang kacau. Penegakan hukumnya juga sudah berada di titik nadir. Namun sebenarnya, bukan hanya penegakan hukum kita yang bermasalah, tapi juga dalam pelayanan hukumnya.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2001-2008, selaku narasumber dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku “Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan ‘Fungsi Manajemen Mahkamah Agung Terhadap Pengadilan di Bawahnya Setelah Perubahan UUD 1945” karya Dr. H. Ahmad Fadlil Sumadi., S.H., M.Hum. Acara ini berlangsung di ruang sidang gedung AR. Fakhruddin A lantai 5 Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jum’at (12/4).

Menurut Prof. Bagir, kesulitan dan masalah dalam pelayanan hukum bisa ditemui di tingkat kelurahan, hingga pada pihak yang paling atas, seperti Mahkamah Agung (MA). Permasalahan tersebut ia contohkan seperti sulitnya mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), pembayaran pajak, dan lain sebagainya. “Ini semua sumber masalahnya adalah birokrasi yang gagal dari atas ke bawah. Selain itu, di negara kita ini masih menganut filsafat ‘Kalau bisa dipersulit kenapa harus dimudahkan?’,” jelasnya.

Ketua Dewan Pers Indonesia ini juga memaparkan bahwa permasalahan penegakan hukum yang juga sering ditemui, sebenarnya bermuara dari tiga hal, yaitu tingkah hakim yang tidak tunduk pada kode etik kehakiman, kacaunya sistem ketatanegaraan, dan tatanan politik Indonesia. Selain itu, masalah penegakan hukum ini juga dipengaruhi dari tidak adanya rasa rendah hati untuk menerima kekalahan. “Inilah yang menjadi pengaruh. Akhirnya, permasalahan semakin menumpuk, kemudian pengawasan dan pembinaan pada pengadilan jadi tidak mudah,” paparnya.

Sementara itu, Dr. Harjono, S.H., M.C.L, sebagai narasumber kedua dalam acara bedah buku ini menuturkan, bahwa sumber kegaduhan di negeri ini adalah politik dan hukum. “Permasalahan hukum itu sebenarnya juga menyangkut struktur peradilan yang juga bermasalah. Itulah mengapa banyak orang yang kemudian mengadukan dan mengangkat masalahnya pada Mahkamah Agung. Hal ini karena mereka belum menemukan keadilan pada pengadilan tingkat pertama dan kedua,” tuturnya.

Hakim Konstitusi RI ini juga mengatakan bahwa dalam buku “Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan” tersebut, juga belum membahas mengenai sumber masalah dari sisi struktural pengadilan. “Namun, buku ini tetap informatif, komprehensif, dan detail. Dan kalau perlu, orang-orang yang ingin menjadi Mahkamah Agung bisa membaca buku ini,” katanya.

Adapun buku “Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan” ini membicarakan tentang konsep hukum pengawasan dan pembinaan yang dilaksanakan oleh MA terhadap pengadilan di bawahnya. Pengawasan dan pembinaan ini terkait dengan permasalahan independensi dan imparsialitas pengadilan, serta kompetensi dan profesionalitas hakim sebagai pelaksana utama tugas peradilan.

Dr. Ahmad Fadlil mengatakan, bahwa buku tersebut ia tulis untuk mengetahui fungsi pengawasan dan pembinaan MA terhadap pengadilan. “Karena terdapat permasalahan-permasalahan yang terkait dengan prinsip kemerdekaan peradilan dalam negara hukum yang demokratis ini,” ujarnya.

Dalam bukunya ini, Fadlil juga menyertakan pengawasan dan pembinaan yang ideal, yaitu pengawasan dan pembinaan pengadilan yang komprehensif meliputi substansi hukum yang mengaturnya, struktur hukum yang menjalankannya, dan budaya hukum yang mendukungnya. “Selain itu, secara internal, pengawasan dan pembinaan harus dapat memberikan dampak bagi terwujudnya putusan pengadilan yang mencerminkan keadilan substantif bukan prosedural. Dan secara eksternal, harus dapat turut membangun kepercayaan publik kepada pengadilan. Jadi, prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas harus benar-benar diimplementasikan, terutama dalam merespon keluhan masyarakat mengenai penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan peradilan, baik terkait dengan hukum maupun kode etik dan perilaku hakim,” pungkasnya.