Penulisan artikel di jurnal ilmiah masih menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh para akademisi. Namun, tidak banyak yang mengetahui jika ada langkah-langkah tertentu yang harus ditempuh dan diperhatikan. Bahkan, tak jarang pula yang asal mengirimkan artikelnya ke jurnal, namun tidak memperhatikan apakah jurnal tersebut sudah terakreditasi atau bahkan justru memiliki riwayat blacklist.
Karena itulah, para peneliti dan akademisi hendaknya tetap memperhatikan jurnal ilmiah yang akan ditujunya sebagai penyampai temuan penelitian. Sebab tidak sedikit jurnal-jurnal ilmiah yang ternyata sudah diblack list oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) RI. Karena kedapatan meminta bayaran kepada penulis hanya untuk menayangkan hasil temuan sang penulis.
Demikian pemaparan Dra. Inayati, M.Si, pengelola Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi (International Journal of Administrative Sciences & Organization) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Depok, dalam Pelatihan Penulisan Artikel Riset dan Jurnal Ilmiah, pada Kamis (2/10). Acara ini diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bertempat di ruang sidang gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY.
Inayati mengatakan, peneliti harus lihat-lihat terlebih dahulu jika ingin mengirimkan artikel penelitiannya ke jurnal-jurnal ilmiah. “Jurnalnya masih dianggap tidak oleh Dikti. Jangan-jangan nanti kita salah kirim ke jurnal yang sudah diblacklist oleh Dikti, karena kedapatan meminta bayaran ke penulis agar tulisannya dimuat,” ungkapnya.
Biasanya, menurut Inayati, jurnal-jurnal yang diblacklist tersebut sudah ditampilkan di website Dikti. Karena itu, para peneliti sebelum mengirimkan artikelnya ke jurnal nasional, khususnya, perlu memilah dan memilih serta memperhatikan standard dan akreditasi jurnal yang dituju.
Di sisi lain, Isnaini Muallidin, S.IP., MPA, pengelola Journal of Government and Politic, UMY mengatakan bahwa hal terpenting yang perlu peneliti dan penulis perhatikan, adalah terkait gaya penulisan karya ilmiah. Khususnya pada aspek fokus kajian, judul, abstrak, literatur, serta hasil dan analisis. “Penulisan karya ilmiah harus fokus pada kajian penelitian yang telah diteliti. Perspektif yang diambil juga harus sesuai dengan fokus kajian. Kemudian untuk judul, harus sederhana, spesifik, mencerminkan isi artikel dan menarik, serta maksimal 12 kata yang digunakan. Jangan membuat judul yang terlalu panjang, karena itu jadi tidak menarik,” jelasnya.
Abstrak penelitian juga harus menjadi fokus utama peneliti. Sebab menurut Isnaini, abstrak merupakan kekuatan dari sebuah penelitian. Karena dari abstrak tersebut pembaca akan mengetahui masalah apa yang diteliti, tujuan penelitiannya, metode penelitian, temuan spesifik yang dikedepankan, serta kesimpulan dan saran dari penelitian tersebut. “Karena abstrak itu juga yang nantinya akan lebih ditonjolkan di dalam jurnal. Jika seseorang ingin mereview jurnal, maka yang pertama ia lakukan adalah membaca abstraknya. Dari sanalah, abstrak itu bisa punya nilai lebih dari isi artikel,” paparnya.
Isanini juga menambahkan, peneliti juga perlu memperhatikan literatur dan penulisan hasil serta analisis penelitiannya. Untuk literatur sendiri, peneliti harus bisa menempatkan penelitiannya diantara penelitian yang terdahulu dan terkini. “Peneliti harus mereview jurnal terkait dan terkini, kemudian menentukan posisi penelitiannya dalam konteks penelitian sebelumnya. Dan memuat kerangka teoritik yang akan dibangun. Sementara untuk hasil dan analisis penelitian, khususnya penelitian lapangan, data primer harus dijadikan bahan referensi utama untuk menguraikan hasil dan analisisnya. Jangan hanya menggunakan data sekunder, sebab selama ini masih banyak peneliti yang menggunakan data sekunder daripada data primer,” ungkapnya.