Berita

Penerapan Hak atas Kekayaan Intelektual Belum Bisa Maksimal

Penerapan Hak atas Kekayaan Intelektual Belum Bisa Maksimal

HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) merupakan hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil dari kegiatan intelektual manusia. Hak itu dapat dinikmati secara ekonomis tanpa gangguan pihak lain. HaKI dapat menjadi aset bukan hanya bagi individu penciptanya, namun juga bagi negara. Namun, di Indonesia, HaKI masih belum bisa diaplikasikan secara baik karena terkendala berbagai faktor seperti budaya, ekonomi dan hukum.

Demikian disampaikan Fadia Fitriyanti, S.H., M.Hum, MKn, dosen Fakultas Hukum UMY dalam diskusi buku karangannya yang berjudul “HaKI: dalam Teori dan Praktek” di Kampus UMY, Selasa (22/03).

Fadia menjelaskan, ide tentang HaKI berasal dari negara-negara yang sangat menjunjung tinggi asas individu. Mereka sangat menghormati terhadap hasil kreativitas individu. Inti dari sebuah HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual manusia tanpa gangguan dari pihak lain. Sedangkan Indonesia dikenal sebagai negara yang didominasi asas kekeluargaan yang tinggi dan memiliki rasa kepemilikan komunal yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan HaKI agak sulit berkembang di Indonesia.

Selain itu, lanjut Fadia, persoalan ekonomi juga menghambat HaKI di Indonesia. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat mengakibatkan banyaknya karya-karya intelektual dan industri dibajak demi menyesuaikan kantong masyarakat. “Masyarakat belum ada kesiapan secara ekonomi untuk bisa menerima HaKI secara baik. Sehingga marak muncul produk-produk bajakan yang harganya lebih murah dan terjangkau” ungkapnya

Selain itu, secara hukum, menurut Fadia, belum adanya kodifikasi hukum tentang HaKI menyulitkan masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang akurat tentang HaKI. Peraturan perundang-undangan HaKI terpisah dalam banyak. Kodifikasi peraturan tentang HaKI tentu saja akan mempermudah masyarakat jika berurusan dengan hak-hak intelektual. Selain itu, penegakan hukum yang masih rendah juga menjadi problem sendiri bagi eksistensi HaKI di Indonesia.

Walaupun masih banyak kendala yang dihadapi dalam mengaplikasikan HaKI, Fadia mengingatkan agar kita selalu berusaha untuk menjadi bangsa yang kreatif dan bukan hanya konsumtif. HaKI merupakan aset bagi para orang-orang kreatif untuk bisa hidup lebih baik secara ekonomi.

“Kita harus mengambil sisi positif dari adanya HaKI. Dengan kreativitas kita bisa hidup layak. Sudah saatnya kita tidak lagi menjadi bangsa yang konsumtif dan peniru. Kita harus menjadi bangsa inventor atau pencipta dan kreatif” tegasny.