Berita

HI UMY Kenalkan Wayang sebagai Media Civic Education bagi Diaspora Indonesia di Sabah Malaysia

pengabdian dosen HI UMY

Tim Pengabdian Masyarakat Program Studi Hubungan Internasional UMY (HI-UMY) kembali melaksanakan Pengabdian Masyarakat kolaborasi Internasional. Kali ini pengabdian dilaksanakan di Sabah Malaysia, tepatnya di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK).

Kegiatan yang diketua oleh Dr. Ratih Herningtyas dan beranggotakan Dr. Sugito, Sidiq Ahmadi, MA dan Zain Maulana, Ph.D ini mengangkat tema tentang Bina Cinta Tanah Air untuk diaspora Indonesia di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK). Kegiatan ini juga dilaksanakan dengan menggandeng Dr. Suzalie Mohamad dari Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan Universitas Malaysia Sabah sebagai kolaborator internasional.

Hal menarik dalam pengabdian masyarakat UMY kali ini, tim HI UMY mengangkat wayang kulit Kresna dan Gatotkaca sebagai media Pendidikan kewarganegaraan. Cerita tentang wayang kulit warisan budaya Indonesia ini, disampaikan oleh tim dosen UMY pada puluhan siswa/siswi di SIKK pada Selasa (12/2).

“Dalam cerita Mahabharata, tokoh Gatotkaca identik dengan tokoh kuat dan ksatria yang rela berkorban untuk negaranya. Sementara Kresna adalah tokoh diplomat yang melakukan diplomasi dan upaya penyelesaian perang,” jelas Ratih Herningtyas, Ketua Tim Pengabdian UMY saat dihubungi pada Rabu (13/2).

Ratih juga menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan menumbuhkan rasa cinta tanah air dengan memperkenalkan wayang kulit yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia tak benda. Sebab menurutnya, pendidikan kewarganegaraan menjadi krusial dalam membentuk karakter serta kesadaran kebangsaan para siswa agar siswa tetap memiliki keterikatan dengan Indonesia meskipun berada di luar negeri.

“Berdasarkan data dari Konsulat Jenderal RI di Sabah, diaspora Indonesia di Sabah tercatat mencapai lebih dari 123 ribu orang dan 23 ribu diantaranya adalah usia sekolah. Mayoritas diaspora Indonesia ini bekerja di ladang perkebunan sawit yang seringkali berada jauh dari akses pendidikan. Maka dari itu kami di sini juga ingin ikut memperkenalkan dan menumbuhkan rasa cinta tanah air dari anak-anak asal Indonesia melalui wayang kulit, walau saat ini mereka berada di luar negeri,” imbuh Ratih.

Untuk memastikan setiap warga Indonesia memiliki akses terhadap pendidikan, Pemerintah Indonesia melalui SIKK, yang menurut Kepala SIKK, Sahyuddin, S.Pd, MA mengelola lebih dari 220 CLC ( Community Learning Center) yang tersebar di banyak Perkebunan sawit di Sabah, Tawau dan Serawak.

“Meskipun pendidikan adalah hak setiap warga negara, sayangnya masih banyak diaspora Indonesia yang masih belum terjangkau pendidikan yang ditawarkan CLC. Hal ini terkait dengan pelaksanaan kegiatan di bawah CLC yang sangat tergantung pada Pemerintah Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Perusahaan Sawit yang mengelola perkebunan di wilayah Sabah,” pungkas Ratih.