Berita

Pengelolaan Keuangan Daerah Terkendala Kualitas SDM

Di Indonesia saat ini sedang terjadi fenomena di mana banyak dilakukan pemekaran pemerintah daerah. Jumlah pemerintah daerah yang semakin meningkat ini mengharuskan pengelolaan keuangan daerah yang diharapkan mendorong Good Government Governance untuk dilakukan secara lebih maksimal. Masalahnya, kebutuhan ini tidak dibarengi kapasitas aparatur pemerintahan daerah atau Sumber daya manusia (SDM) yang cukup.

Terkait hal ini, Komunitas Sektor Publik Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhamamdiyah Yoguakarta (HIMA FE UMY) berusaha mengupas permasalahan ini dengan mengadakan Seminar Nasional Audit Sektor Publik bertajuk “Peran SDM Aparatur Pemerintah Daerah dan Auditor Eksternal dalam Mendukung Keberhasilan Pelaksanaan Audit Keuangan Daerah”, Sabtu (19/3) di Ruang Sidang Gedung AR Fahrudin B Kampus Terpadu UMY.

Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), saat ini tercatat hanya 11 Pemerintah Daerah yang memiliki laporan keuangan yang berstatus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Padahal jumlah keseluruhan pemerintah daerah di Indonesia saat ini mencapai angka 533. Hal ini cukup memperlihatkan kurangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan keuangan di tiap daerah.

Sekretaris Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Sleman Dra. Rini Murti Lestari., Akt., MM selaku narasumber dalam seminar ini menjelaskan, kurangnya kualitas SDM ini diperparah dengan keluarnya peraturan–peraturan pemerintah pusat yang tidak sejalan satu sama lain. Menurut Rini, hal ini mempersulit pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan secara maksimal. “Saat kita coba ikuti regulasi yang dibuat Depkeu misalnya, begitu sulit membuat sistem saat kita padukan dengan regulasi Depdagri, Bappenas, belum lagi BPK”, tandasnya.

Rini juga mengeluhkan terlalu besarnya tuntutan yang dibebankan saat keluarnya regulasi baru sementara regulasi lama belum sepenuhnya berjalan dengan baik karena minimnya kualitas SDM tadi. Ia mencontohkan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 tentang Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada tahun 2010 silam yang terlalu cepat padahal baru pada tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan PP nomor 24 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Menurut Rini, keluarnya PP ini terlalu mengejutkan saat mereka juga harus melakukan pembinaan ekstra kepada aparatur pemerintahan daerah yang lain. Rini mengungkapkan penyatuan konsep dari banyak orang itu memerlukan waktu yang cukup panjang. “Saya saja perlu 2 tahun untuk membuat perda tentang sistem pengelolaan keuangan. Belum lagi proses aplikasi sistem itu dan kendala-kendalanya”, terang Rini.

Sementara salah satu Dosen Fakultas Ekonomi Dr. Suryo Pratolo., SE., M. Si lebih menyoroti peran auditor dalam melakukan pemeriksaan keuangan. Menurutnya, auditor haruslah memiliki sikap independen sehingga tecipta Good Government Governance. Selain itu kompetensi-kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor sangat diperlukan.

Dalam hal ini Suryo menjelaskan, satuan pendidikanlah salah satu yang bertugas menciptakan auditor dan aparat pemda yang berkualitas. Bekal pemahaman audit dirasa Suryo memang belum cukup diberikan di perkuliahan. Suryo berharap pada Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) unutk dapat merealisasikan ini. “Dengan sistem ini, para calon akuntan tidak hanya dituntut memiliki hardskill, namun juga kompetensi softskill”, tambahnya.

Seminar ini dihadiri sekitar 100 mahasiswa akuntansi UMY dan mahasiswa lainnya. Selain kedua narasumber, hadir pula Kepala Seksi DIY II BPK RI Dedi Suprianto., SE., M.Si., Ak yang menjelaskan mengenai auditor eksternal dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan audit keungan daerah.