Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat hasil tanaman adalah benih. Benih bersama dengan sarana produksi lainnya seperti pupuk, air, cahaya, iklim menentukan tingkat hasil tanaman. Meskipun tersedia sarana produksi lain yang cukup, tetapi bila digunakan benih bermutu rendah maka hasilnya akan rendah.
Benih bermutu mencakup mutu genetis, yaitu penampilan benih murni dari varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetis dari tanaman induknya, mutu fisiologis yaitu kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih dan mutu fisik benih yaitu penampilan benih secara prima dilihat secara fisik seperti ukuran homogen, bernas, bersih dari campuran, bebas hama dan penyakit, dan kemasan menarik.
Demikian disampaikan Ir. Sarjiyah, MS dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FP-UMY) di ruang kerjanya menanggapi rendahnya tingkat penggunaan benih bermutu di kalangan petani, Jumat (18/6).
Lebih lanjut Sarjiyah mengatakan benih unggul harus mempunyai sifat–sifat unggul seperti potensi hasil tinggi, cepat berbuah, tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, tahan terhadap stres lingkungan dan sebagainya. Selama ini petani yang sudah menggunakan benih bermutu jumlahnya terbatas, terutama karena adanya bantuan pemerintah, sedangkan jika tidak ada bantuan lebih banyak menggunakan gabah hasil panen.
Benih bermutu tidak harus berupa benih bersertifikat yang diperoleh dari produsen benih tetapi dapat diproduksi sendiri asalkan dengan metode yang benar. Untuk memproduksi benih bermutu harus diperhatikan mulai beberapa aspek budidaya dari penyiapan lahan sampai panen, antara lain pengaturan jarak tanam, pemupukan, pengairan, perlindungan terhadap organisme pengganggu tanaman, roguing serta pemanenan. “Untuk menghasilkan benih bermutu, budidaya tanaman diperlakukan berbeda dibanding untuk produksi. Jarak tanam dibuat lebih lebar agar antar tanaman tidak terjadi kompetisi, pemupukan harus dilakukan dengan tepat baik jenis, dosis dan konsentrasi, waktu dan frekuensi serta pemupukan agar pertumbuhan tanaman optimal, dan perlu dilakukan roguing yaitu pembuangan tanaman tipe simpang atau tanaman yang tidak dikehendaki misalnya gulma, jenis lain, kultivar lain akibat terjadinya segregasi, mutasi dan lain-lain”, tambah Sarjiyah.
Selain itu menurut Sekretaris Jurusan Agroteknologi UMY ini, pemanenan juga harus dilakukan dengan baik, dianjurkan secara manual (dengan tangan) agar tidak terjadi kerusakan mekanis yang dapat menurunkan kualitas benih, serta dilakukan pada tingkat masak fisiologis yang ditandai dengan terjadinya kehilangan air yang cukup besar dan terjadi perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan, terbentuk lapisan pemisah (absicion layer) pada buah sehingga buah mudah lepas dari induknya.
Untuk mendapatkan benih bermutu dan tahan disimpan, biji yang sudah dipanen perlu dikeringkan sampai dengan kadar air tertentu (misalnya padi 13%, kedelai 11%), kemudian dilakukan pembersihan dan pemilahan. Untuk menunggu benih sampai saatnya ditanam dan untuk mempertahankan mutunya selama disimpan, benih perlu dikemas dengan bahan kemasan (wadah) yang kedap udara seperti toples, kaleng, plastik poly etilen atau yang lainnya. “Keuntungan penggunaan benih bermutu buatan sendiri adalah dapat dilakukan secara mandiri dan kualitasnya tidak kalah dibanding dengan benih dari produsen benih. Dengan demikian, petani dapat menghemat biaya produksi untuk membeli benih dan bahkan jika sudah mapan dapat diajukan untuk mendapat sertifikasi dari pihak yang berwenang”, tambahnya.