Berita

Pentingnya Pola Asuh Bagi Anak Penyandang Kebutuhan Khusus

Setiap anak di muka bumi ini memiliki hak, kewajiban,dan kesempatan serta peran yang sama dalam segala aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Hal tersebut juga jelas tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 30, bahwasanya setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan. Begitu juga dengan anak-anak yang menyandang kebutuhan khusus, mereka juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak guna membantu mewujudkan mimpi-mimpinya kelak di masa depan. Rabu (27/03) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang tergabung dalam Muhammadiyah Medical Student Activity (MMSA) menyelenggarakan acara bertajuk Children and Parents in Value Day bertempat di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bangun Putra Bangunjiwo Bantul Yogyakarta, dengan tujuan membantu meningkatkan kepercayaan diri anak-anak berkebutuhan khusus.

Tentunya selain peran pendidik di sekolah yang dibutuhkan, peran orangtua juga sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang pola pikir anak-anak disabilitas. Dalam kegiatan tersebut turut mengundang pakar dari Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) Yogyakarta RR. Nurul Saadah Andriani, SH, MH untuk memberikan pemaparan terkait pentingnya pola asuh orang tua kepada anak-anak penyandang disabilitas.

Dalam kesempatannya, Nurul memaparkan terkait pola asuh yang tidak sehat. “Salah satu yang terpenting bagi penyandang disabilitas itu adalah peran orang tua mereka sendiri. Karena orang tualah yang paling dekat dengan mereka, supaya mereka bisa mengembangkan diri dan bisa meraih cita-cita. Sebagai orang tua juga jangan membeda-bedakan anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak yang pada umumnya, mereka pada dasarnya sama, sama-sama berhak mendapat perlakuan yang sewajarnya. Pola asuh yang tidak sehat itulah salah satu faktor yang menimbulkan ketidakmandirian pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Contohnya, salah asuhan pada keluarga inti seperti dengan memanjakan hingga mengakibatkan anak-anak tidak menjadi pribadi yang mandiri,” jelasnya.

Nurul menambahkan bahwa dimulai dari pola asuh yang tidak sehat tersebut, dapat menimbulkan stigma-stigma negatif pada masyarakat. “Anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak bisa mandiri akan terbiasa apa-apa dilayani oleh orang tuanya, sehingga membuat mereka tidak produktif dalam melakukan kegiatan. Hal tersebut bisa menimbulkan stigma kepada masyarakat bahwa anak-anak penyandang disabilitas itu merupakan anak yang tidak mempunyai kapasitas, tidak mempunyai karya yang patut untuk diunggulkan, sehingga dapat memicu pola pikir anak untuk tidak mengasah segala ketrampilan yang dimiliki,” tambah Nurul.

Karena pola asuh yang tidak baik tersebut, dapat mengakibatkan anak memiliki beban moral dan material di masa depan. “Stigma-stigma yang muncul di masyarakat dapat mengakibatkan anak-anak memiliki beban moral dan juga material di masa depannya kelak, menjadikan kebijakan yang masih menstigma dan masih belum memberi perlindungan kepada penyandang disabilitas sehingga menjadi beban juga bagi keluarganya. Beban bertumpu tidak hanya pada anaknya saja, namun berlaku pada keluarga dan orang tua. Itulah mengapa pentingnya dari sekarang untuk menanamkan bahwa pola asuh yang salah pada anak penyandang disabilitas juga dapat menjadikan beban kepada orang tua. Oleh karena itu, mulailah untuk menjadi orang tua yang dapat membiasakan memberi asuhan kepada anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan anak-anak pada umumnya,” tandas Nurul (CDL)