Penyelenggara negara menjadi sasaran paling penting dalam sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Mereka adalah orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan politik yang bersifat publik, seperti Presiden, gubernur, bupati, Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR), hakim-hakim, komisi-komisi negara, serta duta besar.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Drs. Hajriyanto Y. Thohari, M.A saat membuka acara Sosialisasi 4 Pilar Kehidupan, Berbangsa dan Bernegara, kerjasama antara MPR RI dengan Forum Diskusi Afkaruna Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FAI-UMY). Hadir pula dalam acara ini Ahmad Fuad Fanani, M.A, Direktur Ma’arif Institute, Kamis (18/7).
Dalam acara yang bertempat di ruang seminar gedung AR. Fakhruddin B lantai 5 ini, Hajriyanto menyampaikan bahwa masih banyak peneyelenggara negara yang mengabaikan 4 pilar bangsa, terutama Pancasila. Karenanya korupsi, kolusi dan nepotisme belum bisa diberantas dengan baik. “Korupsi makin merajelela dengan adanya korupsi “kongkalikong”, eksekutif dengan legislatif, atau penguasa dengan pengusaha. Ditambah lagi dengan adanya politik dinasti yang kemudian menjadikan 4 pilar bangsa ini tidak berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sasaran kedua menurut Hajriyanto adalah pejabat pemerintah atau yang menduduki posisi birokrasi kepemerintahan. “Barulah kemudian masyarakat yang menjadi sasaran ketiga sosialisasi 4 pilar ini. Akan tetapi tidak semua masyarakat, karena cakupan masyarakat itu luas. Jadi kami pilih hanya pada kelompok-kelompok strategis, seperti tenaga pendidikan atau siswa dan mahasiswa,” tuturnya.
Harapannya, lanjut Hajriyanto lagi, tenaga pendidikan seperti guru maupun dosen itu dapat melanjutkan pembelajaran 4 pilar bangsa seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika kepada siswa-siswanya. Di samping itu, para guru atau dosen itu pun nantinya bisa menyebarkan 4 pilar tersebut kepada masyarakat di sekitarnya. “Para guru, dosen, atau pun tenaga pendidikan lainnya itu memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi masyarakat di sekitarnya. Karena dianggap memiliki dasar pengetahuan yang lebih dibandingkan yang lain,” paparnya.
Sementara itu, Ahmad Fuad Fanani mengatakan bahwa gagasan tentang 4 Pilar bangsa dan negara itu sudah lama ada. Tapi pasca tahun 1998, banyak orang yang lupa dan tidak tahu apa itu Pancasila. “Sehingga adanya sosialiasi 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara ini masih terus dibutuhkan, dan perlu dilaksanakan terus. Agar masyarakat, khususnya penyelenggara negara dan pemerintah bisa kembali mengamalkannya dalam kehidupan kepemerintahan Republik Indonesia ini. Dengan begitu, demokrasi yang dijadikan rujukan pemerintah Indonesia, bisa berjalan secara substantif dan memberikan manfaat bagi kehidupan rakyatnya,” ungkapnya.