Peraturan pemerintah provinsi tentang kawasan dilarang merokok, ternyata belum begitu populer dimasyarakat. Jangankan di masyarakat biasa, pimpinan instansi dan staf pemerintah serta sektor swasta dan pemuka agama pun banyak yang belum tahu. Padahal Peraturan Gubernur (Pergub) No. 42 Tentang Kawasan Dilarang Merokok( KDM) ini, sudah disosialisasikan pemerintah Provinsi DIY setahun sebelum penetapan 2009.
Paparan tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh aktivis anti rokok DIY Didik Joko Nugroho, S.Ant, dalam pelatihan MTCC yang bertema evaluasi Kebijakan Pemerintah tentang kawasan dilarang merokok. Pelatihan yang dimoderatori oleh Program Manager MTCC Fauzi Ahmad Noor, berlangsung diruang Convention Artos Hotel Magelang, Sabtu (26/10).
Hasil penelitian yang berlangsung 3 bulan dan dimulai pada bulan Oktober 2012 tersebut mendapat hasil, 60 % masyarakat pernah mendengar larangan merokok ditempat tertentu di DIY. Akan tetapi yang mengetahui peraturan tersebut diatur dalam Pergub, hanya 14 % masyarakat. “Sepertinya sosialisasi tentang kawasan dilarang merokok di tempat yang telah ditentukan tersebut kurang efektif, perlu ada cara sosialisasi yang efektif,” kata Didik.
Didik menjelaskan, kebanyakan masyarakat setuju dengan adanya peraturan dilarang merokok di tempat umum. Sebanyak 96,3 % responden menyatakan setuju, 1,8 % masyarakat tidak setuju dan 1,9 % tidak menyatakan pendapatnya. “Disini kita optimis tentang penerapan kawasan dilarang merokok di tempat umum, ibadah, sekolah, dan sebagainya. Namun yang terpenting juga dukungan dari pemerintah yang menjalankan dan membuat regulasi, sehingga ada umpan balik dan saling menjaga atau mengingatkan,” jelas anggota KPU DIY ini di hadapan peserta pelatihan MTCC UMY.
Selain itu, Didik mengatakan dari hasil penelitiannya, 53 % responden menyatakan tidak ada penegakan hukum yang kuat terhadap Pergub ini. Sehingga dalam pelaksanaan banyak yang menganggap Pergub tentang KDM angin lalu. Didik juga memberi masukan, perlu adanya peraturan daerah (Perda) tentang kawasan tanpa rokok. Tujuannya untuk memaksimalkan penegakan aturan yang telah dibuat tersebut. “Memang dalam merubah suatu hal butuh waktu, tapi dengan usaha yang lebih fokus seperti adanya Pergub kemudian Perda. Maka ancaman racun asap rokok ini dapat terelakkan dari masyarakat yang tidak merokok”, usulnya.
Senada dengan itu, pembicara dari MTCC Nanik Prasetyoningsih, SH, MH mengatakan, dengan adanya Perda tentang kawasan tanpa rokok, tingkat kesehatan akan meningkat di Indonesia. Walaupun perjuangan yang baik untuk menjaga kesehatan masyarakat, menurut Nanik selalu ada orang yang tidak suka. Mulai dari pebrik rokok hingga anggota dewan yang kurang paham bahwa dia bertugas untuk menjaga kesejahteraan rakyat. “Selalu ada hambatan untuk hal yang baik, tapi tidak masalah, kita akan terus berusaha mengusung Perda tersebut. Saat ini pun anggota dewan juga ada yang hadir, berarti masih ada harapan untuk terus berjuang,” jelas wanita yang juga dosen Hukum UMY ini. (syah)