Berita

Perguruan Tinggi Perlu Dorong Proses Edukasi Menuju Era Penemuan

Pendidikan di Indonesia dinilai kurang dirangsang untuk menciptakan penemuan. Perguruan Tinggi (PT) sebagai lembaga penemuan, untuk itu, harus mulai mengarahkan proses edukasinya pada proses invensi yang berujung pada munculnya penemuan yang bermanfaat bagi kehidupan lebih luas.

Demikian disampaikan Kepala LP3M, Dr. Mukti Fajar, ND dalam workshop Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di PT, Rabu (26/1).

Menurutnya, pola perekonomian dunia saat ini telah berubah dari era industrialisasi menjadi era informasi yang berujung pada era invensi atau penemuan. “Dalam era penemuan saat ini, perekonomian sebuah Negara tidak lagi didasarkan pada sumber alam semata. Lebih dari itu, pengetahuan merupakan poin penting dalam menciptakan penemuan yang bermanfaat bagi kehidupan dan pada akhirnya penemuan tersebut dapat sebagai nilai tambah bagi perekonomian,” jelas Mukti.

Ia menegaskan PT semestinya tak hanya berperan dalam proses belajar mengajar, namun juga sebagai lembaga penemuan atau research and development institution yang mampu menginisiasi terciptanya sebuah penemuan. “PT mempunyai sebenarnya mempunyai posisi strategis dalam mengarahkan proses edukasi menuju pada proses invensi yang berujung pada munculnya suatu penemuan,” terang Mukti.

Saat ini, banyak yang beranggapan produk HKI berasal dari ilmu eksakta saja, padahal masih banyak kajian ilmu pengetahuan non eksakta yang mempunyai kesempatan untuk mematenkan hasil penemuannya. “HKI tak hanya dihasilkan dari ilmu eksakta saja. Untuk itu, PT perlu memikirkan bagaimana proses belajar untuk setiap kajian ilmu, baik eksakta dan non eksakta memasukkan pembelajaran yang berujung pada penciptaan. PT juga perlu mendorong dosen dan mahasiswa dalam menciptakan sebuah produk yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Mukti.

Selain itu, Mukti mengungkapkan PT masih memiliki pekerjaan rumah untuk berpartisipasi pada proses pemberdayaan masyarakat sehingga Ia menekankan pentingnya proses akademisi dalam PT juga ditujukan untuk kemanfaatan masyarakat luas. Penemuan yang dipatenkan juga bisa mendukung proses akreditasi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Banding Paten yang juga Pemeriksa Paten, Ditjen HKI, Dr. Robinson Sinaga, LL.M mengatakan PT perlu HKI demi melindungi karya inovatif dan intelektual dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra, dan seni.

Ia menjelaskan jika HKI tak hanya ilmu eksakta mengingat HKI terbagi menjadi dua yaitu Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) dan Hak Cipta (Copyright). Produk Hak Cipta tersebut dapat berupa buku, terjemahan, pamphlet, ceramah, kuliah, database, program komputer, lagu, musik, fotografi, sinematografi, alat peraga untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan, dll.

Dalam menciptakan PT yang mampu menciptakan karya intelektual dan inovatif, Robinson merekomendasikan agar PT senantiasa meningkatkan pemahaman HKI, baik bagi peneliti, dosen, dan civitas akademika lainnya. “Penelitian juga sebaiknya berbasis HKI, khususnya paten serta melakukan penelusuran pada database paten sebelum penelitian. Penanganan khusus seperti sentra HKI perlu dibentuk karena terdapat proses yang perlu dilakukan sebelum perolehan hak,” tandas Robinson.