International Program For Islamic Economics and Finance (IPIEF) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menyelenggarakan seminar bertajuk “Workshop Nasional Tentang Standarisasi Kurikulum Makroekonomi Islam 2018” pada Selasa (13/03) di Gedung Pascasarjana UMY. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka berdiskusi serta menambah pemahaman tentang bagaiamna seharusnya sistem ekonomi berjalan menurut qaidah-qaidah Islam.
Ir. Adiwarman Azwar Karim, M.B.A., M.A.E.P. penulis buku “Ekonomi Makro Islam” menyampaikan bahwa, jika kita belajar ekonomi baik dalam tatanan teori maupun praktik harus bisa disampaikan secara rasionalitas. “Selama ini para akademisi atau dosen dalam proses pengajaran ekonomi Islam tidak disampaikan secara rasionalitas kepada mahasiswa. Karena penggunaan kata selalu di adopsi dari referensi barat bukan pada tuntunan Al-Qur’an. Maka dari itu harus ada standarisasi kurikulum untuk mencetak mahasiswa yang benar-benar menguasai bidang ilmu ekonomi Islam secara menyeluruh. Untuk itu proses penggunaan kata untuk menerjemahkan terminologi ekonomi Islam harus kita kuasai, agar kita bisa menjelaskan secara baik dan terperinci. Maka dari itu jika kita belajar ekonomi, kita harus mau beproses secara bersama. Menjadi team work yang solid agar tercipta satu visi yang sama. Untuk itu pemerintah juga harus hadir dalam mendukung perekonomian syariah, karena pemerintah merupakan ibu segala pasar, penabung besar, pembeli besar dan insvestor besar,” ujar Adiwarman.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Roikhan Mochamad Aziz selaku sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI). Ia mengungkapkan perkembangan ekonomi Islam Indonesia. Saat ini sudah ada 200 lebih komisariat kampus di seluruh Indonesia dan terdapat 200 perguruan tinggi yang memiliki peminatan ekonomi syariah. “Selain keilmuan ekonomi pada bidang makro, harus dikembangkan standarisasi ekonomi Islam seperti perbankan syariah. Gagasan Ekonomi dan Islam serta sains seperti integrasi pemikiran klasik, naturalisasi dengan jaring laba-laba dan penerepannya seperti teori tauhid (Metode Circular Causation). Teori ibadah dan teori maslahah (Islamic City Index). Filosofi Ekonomi Islam secara epistimologi yaitu kaffah dan memiliki keseimbangan. Jika kita analisis studi kasus penelitian makro Islam hanya mencakup Inflasi, Zakat, pertumbuhan ekonomi, sistem, struktur, komitmen, regulasi, asas syariah dan kesejahteraan,” papar Roikhan.
Kemudian Dr. Ayif Fathurrahman, SE, SEI, MSI selaku dosen IPIEF menambahkan jika ekonomi mikro Islam hanya berfokus pada behavior. “Untuk itu yang perlu bimbingan (guidance) seperti pemantapan aqidah serta pematangan akhlak. Maka ekonomi Islam sebagai the real Islamic economics itu menjadi eksekutor dan penentu kebijakan pro kemaslahatan. Untuk itu tanpa istilah makro kajian-kajian ekonomi Islam rata-rata sudah mengarah kepada kemaslahatan sosial yang bersifat agregat,” tandas Ayif. (Sumali)