Berita

Perlu Kaji Ulang : Perda Larangan Perempuan Duduk Mengangkang

Bantul (UMY) – Peraturan Daerah (Perda) yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, tentang larangan duduk mengangkang bagi perempuan yang menaiki motor, masih perlu dikaji ulang. Hal ini untuk mengetahui latar belakang sebenarnya mengapa Perda tersebut diberlakukan. Demikian disampaikan Yordan Gunawan, Direktur International Program for Law and Sharia (IPOLS) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH-UMY). Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi terbatas di kantor IPOLS FH Kampus Terpadu UMY, Rabu (9/1).

Kaji ulang Perda ini diperlukan, karena menurut Yordan, dalam Syari’at Islam tidak ada perintah atau larangan bagi perempuan untuk duduk mengangkang di atas motor. “Selain itu, duduk menyamping itu tidak lebih aman dari duduk mengangkang. Bahkan di negara tetangga kita seperti Malaysia, peraturan yang dianjurkan bagi perempuan saat menaiki motor adalah duduk mengangkang,” ungkap dosen FH UMY ini.

Persoalan yang juga menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri ini, tetap harus dikaji ulang untuk mengetahui penerimaan masyarakat Lhokseumawe sendiri. “Konten dari Perda ini sebenarnya cukup baik, karena mengatur masalah pergaulan muda mudi. Namun yang menjadi masalah adalah larangan posisi duduk tersebut. Itulah kenapa perlu juga diketahui bagaimana penerimaan masyarakat dengan keberadaan Perda tersebut,” jelasnya lagi.

Ahli Sosiolog Hukum ini juga menyatakan, secara sosiologis Aceh memang memiliki pilar Islam, unsur keistimewaan serta adat istiadat yang dipegang dalam mengatur kehidupan sehari-harinya. Akan tetapi, setiap Perda yang diusulkan dan disusun juga harus sesuai dengan kearifan lokal setempat.

Diakhir wawancara Yordan mengutip perkataan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Samsuddin, bahwa permasalah ini tidak perlu dibesar – besarkan. “Seperti kata Pak Din, ini hal-hal yang biasa saja dan tidak perlu dibesar-besarkan,” imbuhnya.