Indonesia merupakan konsumen rokok peringkat tiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Dimana 240 miliar batang rokok telah dihisap untuk 240 juta penduduk Indonesia. Tingginya jumlah perokok tersebut disebabkan masih rendahnya kesadaran akan bahaya nikotin dalam rokok. Selain itu masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa rokok adalah warisan budaya.
Demikian disampaikan Advisor Indonesia Institute Social for Development, Dr. Sudibyo Markus dalam Workshop ‘Menuju Kawasan Tanpa Rokok 100% di Daerah Istimewa Yogyakarta’ yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK-UMY) bekerja sama dengan Majelis Pelayanan Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah dan Indonesia Institute Social for Development di Asri Medical Center (AMC-UMY) Senin (29/11).
Lebih lanjut Sudibyo memaparkan adanya anggapan tersebut membuat sebagian besar masyarakat enggan untuk meninggalkan kebiasaan merokoknya. “Ditambah lagi dengan iklan-iklan di media yang menganggap bahwa merokok itu gaul, modern dan lainnya.”urainya.
Belum lagi kebiasan merokok tersebut dilakukan oleh 73,8 % keluarga miskin. “Dimana mereka membelanjakan penghasilnnya untuk merokok sebanyak 22% dari penghasilannya. Sedangkan untuk membeli beras hanya 19 % dari penghasilannya.”tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Pengamat Kesehatan, dr. Kartono Muhammad juga memaparkan bahwa asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya seperti karbon monoksida, sianida, uap fosfor, uap senyawa belerang, dan uap hasil pembakaran zat tambahan.
“Bahaya asap rokok 10 kali lebih besar daripada zat ter dalam rokok. Oleh karena itu asap rokok lebih membahayakan perokok pasif daripada perokok aktif itu sendiri. Satu batang rokok mengandung sekitar 1,5 % nikotin. Dalam asap rokok kadarnya beberapa kali lebih besar dibanding yang diserap oleh perokok aktif itu sendiri. Endapan asap rokok yang berupa hasil pembakaran nikotin mudah melekat di benda-bendadi dalam ruangan dan bisa bertahan sampai lebih dari tiga tahun dan tetap berbahaya.”jelasnya.
Sementara itu Rektor UMY, Ir. Dasron Hamid, M.Sc dalam sambutannya menuturkan, aturan mengenai pentingnya bahaya merokok memang penting namun bagaimana penerapannya itu yang lebih penting. “Dari sebuah aturan yang paling penting adalah penerapannya. Bagaimana mengimplementasikan aturan tersebut terutama di ruang-ruang publik seperti sekolah maupun kampus. Dengan harapan nantinya seluruh tempat kemudian bisa benar-benar 100% tanpa rokok,”tegasnya.