Setiap tahun jumlah perokok wanita aktif dan pasif semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gaya hidup serta faktor lingkungan. 66% Wanita Indonesia merupakan perokok pasif. Padahal akibat dari perokok pasif dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur maupun risiko keguguran dan kelainan janin.
Demikian disampaikan Kepala Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dr. Inayati Habib MKes dalam peringatan Hari tanpa Tembakau Sedunia di Kampus Terpadu Senin (31/5) sore.
Lebih lanjut Inayati menjelaskan hal ini disebabkan zat-zat racun dalam asap rokok dapat masuk ke tubuh janin. “Misalnya karbonmonoksida dapat mengakibatkan penurunan pengangkutan oksigen kepada janin serta nikotin dapat menurunkan aliran darah ke rahim sampai 30 %. Sehingga pertumbuhan janin menjadi terganggu.”urainya.
Selain itu merokok juga dapat merusak sel-sel selaput mukosa atau selaput lendir. Selaput lendir merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh. Selaput lendir bisanya yang merespon jika ada benda asing masuk ke dalam tubuh. “Misalnya hidung kita terkena debu kemudian bersin-bersin, diare juga merupakan respon tubuh karena kemsukan benda asing, dan bentuk respon lain seperti batuk dan muntah-muntah. Merokok akan memperburuk kinerja sel-sel yang ada di tubuh manusia. Sel yang semula baik menjadi tidak baik.”paparnya.
Sedangkan untuk anak-anak Inayati menambahkan dampak asap rokok beresiko lebih besar. “Tubuh anak-anak masih tumbuh dan berkembang. Sehingga anak-anak lebih sensitif terhadap efek pernafasan akibat asap rokok pasif. Penyakit pernafasan sendiri dapat mengganggu perkembangan dan fungsi paru-paru normal”tuturnya.
Sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok banyak hal bisa dilakukan. Salah satunya melalui pemberian sosialisasi. Mengenai fakta-fakta tentang rokok misalnya zat-zat yang terkandung dalam sebatang rokok, bagaimana rokok bagi kesehatan, bagaimana rokok bagi perokok pasif serta bagaiman jika anda yang menginginkan untuk berhenti merokok. “Paling tidak sosialisasi tersebut dapat memberikan informasi kepada yang belum merokok agar menghindari merokok, jika sudah merokok dapat mengurangi bahkan berhenti dari merokok.”tambahnya.
Namun berbagai sosialisasi yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat masih diperlukan juga dukungan dari pemerintah. Salah satunya bisa dalam bentuk pemberian regulasi atau aturan terkait dengan larangan merokok. “Perlu support dari pemerintah agar sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan oleh masyarakat dapat berhasil.”jelasnya.
Pada lingkungan mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran maupun kesehatan, edukasi dapat dilakukan dengan memberikan bekal mengenai pengetahuan tentang rokok dan hubungan rokok dengan berbagai jenis penyakit. “Sehingga dengan pemberian modul atau materi terkait dengan bahaya merokok dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa sehingga nantinya dapat diaplikasikan di lapangan. Misalnya berbagi ilmu tersebut dengan masyarakat luas atau dapat juga sebagai konsultan untuk berhenti merokok. Seringkali orang ingin berhenti merokok tetapi mengalami kesulitan untuk melakukannya.”pungkasnya.
Inayati berharap adanya peringatan Hari tanpa Tembakau Sedunia maupun sosialisasi-sosialisasi mengenai bahaya merokok setidaknya dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok. “Paling tidak masyarakat akan lebih tahu tentang bahaya merokok kemudian bisa memilih mana yang terbaik, mana yang tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain,”tandasnya.