Dinamika globalisasi saat ini berdampak pada fluktuasi permintaan pasar konsumen yang semakin menuntut perhatian khusus manajemen serta menciptakan kompetisi yang semakin ketat. Untuk itu, perusahaan perlu menyiapkan strategi yang bertumpu pada kekuatan sumber daya manusia (SDM). Situasi inilah yang menjadikan peran manajemen SDM semakin strategis dalam perusahaan.
Terkait dengan peran SDM tersebut, kebijakan perusahaan terhadap SDM sebaiknya mampu mengakomodasikan kepentingan strategis kedua belah pihak, baik dari sisi perusahaan maupun sisi karyawannya. Perusahaan membutuhkan sejumlah kompetensi, sikap, dan komitmen karyawan sementara karyawan membutuhkan kesejahteraan baik materi maupun non materi dalam bekerja.
Oleh karenanya, respon karyawan terhadap sejumlah kebijakan perusahaan seperti kompensasi, penilaian kinerja karyawan, pengembangan karier menjadi penting untuk dikaji mengingat para karyawan menghendaki keadilan dalam kebijakan-kebijakan tersebut
Demikian disampaikan Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono saat memaparkan hasil penelitiannya yang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, China-Business Review, Jumat (8/10). Ia menjadi profesor termuda UMY dengan menyandang gelar Guru Besar pada usia 38 tahun 8 bulan.
Menurutnya, kepribadian karyawan diproksi dengan modal sosial, yaitu salah satu bentuk karakter unik dan stabil yang membedakan karyawan satu dengan lainnya. Hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa modal sosial karyawan membedakan respon mereka terhadap kebijakan perusahaan.
Mereka yang memiliki modal sosial tinggi relatif lebih toleran terhadap kebijakan yang dipersepsikan kurang adil bagi kepentingan pribadinya sedangkan mereka yang memiliki modal sosial rendah sangat sensitif dengan ketidakadilan terhadap kepentingan pribadinya. “Sebagai contoh, saat karyawan merasa sistem karier tidak adil dan menjadi penghambat maka mereka merespon dengan sikap yang cenderung negatif terhadap perusahaan bahkan ada kecenderungan membalas dengan mengurangi kinerja mereka,” terang Heru.
Dengan mengkaji respon karyawan terhadap sejumlah kebijakan perusahaan, Heru menyimpulkan bahwa manajemen seharusnya memperhatikan dua aspek keadilan, baik aspek formal keadilan dan sosial. Aspek formal keadilan terkait dengan persepsi keadilan sebuah kebijakan baik dari sisi distribusi dan prosedurnya. Sementara itu, aspek sosial meliputi persepsi atas perlakuan yang diberikan manajemen kepada para karyawannya. “Bahkan saat kebijakan cenderung bersifat negatif seperti PHK, aspek perlakuan yang sopan, jujur dan transparan dapat mengurangi kekecewaan karyawan,” urai Heru.
Sebagai seorang pendidik, Heru menegaskan terus berkomitmen terus membagi ilmu serta mendorong sikap mahasiswanya untuk berdiskusi atau menyampaikan argumen di kelas. “Selain itu, berusaha untuk melengkapi ilmu yang akan diberikan dengan hasil penelitian menjadikan ilmu yang diterima mahasiwa semakin lengkap,” imbuhnya.
Heru mengungkapkan, dosen juga tak hanya mengajarkan berdasar sumber buku maupun jurnal yang dibaca, namun juga penelitian yang dilakukan. “Hal ini juga ada di dalam Tri Dharma perguruan tinggi bahwa dosen harus melakukan pengajaran dan pendidikan, melaksanakan penelitian untuk memperkaya ilmunya serta melakukan pengabdian masyarakat dengan menghubungkan dunia akademik kepada masyarakat,” tuturnya.
Seorang dosen, dikatakan Heru, harus selalu memperkaya ilmunya meskipun sudah menjadi doktor atau profesor. “Seorang dosen, baik doktor maupun profesor sekalipun harus terus melakukan learning to learn, harus tetap belajar dan belajar, mengupgrade ilmunya, serta membangun kapasitas pembelajarannya,” tandasnya.