Berita

PKBH – FH UMY Kenalkan Profesi Hukum Pada Mahasiswa Hukum

IMG_1157Sebagai bentuk program kerja Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) yang berada di bawah naungan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), untuk pertama kalinya mengadakan seminar tentang pengenalan profesi hukum bagi mahasiswa FH UMY. Kegiatan non dedikasi Pengenalan Profesi Hukum tersebut perlu dikenalkan kepada para mahasiswa yang mengambil fakultas hukum. Selain itu pengadaan seminar tersebut bertujuan agar para mahasiswa hukum yakin dengan pilihannya dan melahirkan profesi yang berdedikasi tinggi dan dapat bergabung dengan PKBH FH UMY. Hal tersebut  ditambah dengan posisi hukum yang semakin lama telah memasuki posisi terhormat.

Hal tersebut   yang diungkapkan oleh Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UMY serta Advokat dan Konsultan Hukum pada PKBH – FH UMY saat membuka seminar tersebut pada Senin, (30/11) di Gedung AR Fachrudin lantai 5. Trisno kembali mengungkapkan bahwa profesi hukum bisa dikatakan posisi yang luar biasa dan semakin lama mencapai posisi yang baik. “Saya katakan posisi yang baik, karena profesi hukum ada pada profesi yang strategis. Jika dilihat di Universitas Utrecht Belanda, untuk masuk fakultas hukum harus memiliki nilai 9 pada matematika. Begitu juga di Amerika Serikat, syarat masuk FH juga dilihat dari nilai matematikanya,” ungkap Trisno.

Sedangkan dalam pembahasan Supandrio S.H, M.H selaku Hakim di Pengadilan Negeri Bantul dan sekaligus dosen FH UGM mengungkapkan bahwa, profesi hakim merupakan posisi yang sangat unik dan menjadi salah satu profesi yang terhormat di dunia hukum. Namun profesi hukum masih belum jelas kedudukannya. “Jika melihat dari ilmu pengetahuan alam (IPA, red) hakim itu bisa dikatakan hermafrodit. Hal itu karena menurut UU hakim itu adalah pejabat negara, namun di sisi lain hakim masih terikat PNS (Pegawai Negeri Sipil, red). Oleh karena itu Mahkamah Agung membuat RUU untuk memperjelas kedudukan hakim,”ungkap salah satu hakim terbaik yang dimiliki oleh MA tersebut.

Terkait wewenang, Supandrio menjelaskan posisi hakim sejajar dengan eksekutif seperti Kejaksaan Agung yang merupakan eksekutif. Namun dalam tataran hukum, hakim tersebut masuk dalam jajaran Yudikatif. “Hakim itu yudikatif yang tidak bisa saling intervensi, bahkan oleh presiden sekalipun. Dan yang lebih penting lagi, pertanggungjawabannya murni dari diri sendiri langsung kepada Allah SWT,” jelasnya.

Supandrio kembali menjelaskan, ketika siapapun yang mengambil posisi hakim, mereka pasti menjadi manusia yang merdeka karena tidak perlu memerlukan perijinan jika menyidik suatu perkara seperti kejaksaan. “Sebesar apapun perkara, hakimlah yang memiliki kewenangan yang tidak terikat dan pertanggungjawaban hanya pada diri seorang hakim itu sendiri,”jelasnya.

Disisi lain, meskipun hakim tidak terikat pada perijinan untuk menyidik suatu perkara, namun hakim terikat dari segi administratif. Seperti yang dikatakan oleh Supandrio, hakim akan selalu dipindahkan tugas dan tidak mungkin tetap tinggal di satu tempat. “untuk penetapan pada tahun pertama dan juga tahun kedua, para calon hakim maupun hakim ditempatkan di luar jawa. Namun hal tersebut berbeda dengan calon hakim maupun hakim wanita. Jika calon hakim maupun hakim wanita menikah dengan laki-laki yang tinggal di jawa, meskipun tahun pertama juga sama-sama ditempatkan di luar jawa, namun di tahun kedua bisa jadi diijinkan untuk penempatan di Jawa,” ungkapnya

Namun posisi dan tugas Hakim tentu berbeda dengan posisi jaksa. Cipi Perdana, S.H selaku Kejaksaan Negeri Bantul yang sekaligus alumnus FH UMY menjelaskan, kedudukan kejaksaan masuk dalam lingkungan departemen kehakiman setelah kemerdekaan berdasarkan hasil rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam hal ini, Cipi menjelaskan kejaksaan RI adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan UU yang dilaksanakan secara merdeka. “Peran jaksa yang merupakan pejabat fungsional diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum. Selain itu jaksa bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat,”ungkapnya.

Dalam acara tersebut, para pembicara berharap dan berpesan kepada seluruh mahasiswa fakultas hukum bahwa syarat untuk menjadi salah satu diantara tiga posisi hukum, yakni hakim, advokat dan jaksa, hal yang perlu dipersiapkan yaitu belajar. Seperti yang dikatakan oleh Supandriyo. “Belajarlah, mumpung kalian masih muda, dan gunakan waktu sebaik mungkin. Hal yang paling penting siapkan mental dan diri kalian untuk menjadi hakim yang lebih berintegritas, karena itu yang lebih penting. Selain itu, jadikanlah kejujuran yang menjadi kunci utama. Mental perlu, berakhlak mulia jauh lebih penting,”pesannya. (hevi)