Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai program untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim, hal tersebut telah diperlihatkan dari berbagai aksi-aksinya akhir-akhir ini melalui menteri Perikanan dan Kelautan. Salah satu contoh aksi tersebut adalah dengan melakukan penenggelaman kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan illegal di wilayah laut Indonesia. Hal tersebut menurut Jokowi sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dan memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Itulah pengantar dari materi yang disampaikan oleh guru besar Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada (HI-UGM) Prof. M. Mohtar Mas’oed, Ph.D, saat menjadi pembicara pertama dalam acara International Seminar on Political Studies (ISPS) dengan tema “Indonesia as World Maritime Axis Vision or Illusion”, yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (BEM-FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (28/03).
“Jokowi dalam visi dan misinya mempunyai program pembenahan pengelolaan laut Indonesia, dan juga pengembangan industry perikanan dengan membangun kekuatan maritim, yang digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu juga Jokowi dalam beberapa kali kunjungan kenegaraanya terus terang memamparkan potensi laut Indonesia yang berlimpah ruah, dan juga mengajak negara yang dikunjunginya untuk bekerjasama untuk berinvestasi di Indonesia. Akan tetapi dari hal tersebut saya rasa sampai saat ini masyarakat belum merasakan dampak dari kebijakan yang disampaikan oleh Jokowi,” ujarnya.
Mohtar juga menjelaskan, kesejahteraan ekonomi yang bersumber dari potensi Indonesia sebagai negara maritim belum dirasakan, karena juga ada faktor kesahalan pola berpikir masyarakat secara umum. Selain itu, masih sedikit sekali para pengusaha yang melirik potensi kelautan, dan masih sedikit sekali masyarakat yang melihat sumber pendapatan ekonomi dari laut. Saat ini masyarakat selalu terpaku pada ibu kota, atau kota-kota besar lainya untuk mecari pekerjaan sebagai sumber pendapatan ekonomi, sehingga akibat dari cara bepikir seperti ini potensi laut Indonesia masih belum maksimal dimanfaatkan.
“Nenek moyangku, seorang pelaut, tentu kita tau lantunan kata-kata ini. Ya memang benar, nenek moyang kita adalah seorang pelaut, yang menguasai sumber lautan, memusatkan politik perekonomian kita di lautan, tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi. Saat ini kita masih ketinggalan dalam memanfaatkan kekayaan laut kita, kekuatan pengelolaan laut kita masih lemah. Saat ini kita semua masih berbondong-bondong bekerja di daratan, misalnya saja sebagai contoh semua orang mencoba memadati pulau jawa untuk mencari kerja atau mendirikan perusahaan,” jelasnya.
Selain itu, Mohtar menambahkan, menurutnya politik kemaritiman Jokowi juga akan sulit terealisasi karena berbedanya visi dan misi kepala negara dan segenap unsur elemen pemerintahan yang lainya. Perbedaan tersebut terjadi karena orang-orang di pemerintah di isi dari berbeda partai. Karena pemerintahan ini terbentuk berasal dari koalisi partai-partai yang pada dasarnya memiliki visi yang berbeda dari partai lain. Oleh karena itu kebijakan politik maritim Jokowi tidak begitu mudah bisa dilaksanakan hingga ke struktur pemerintahan paling bawah.
Selain itu, berbeda dengan Mohtar, pemateri kedua dari Founding director of the Germany-Indonesia center for Good Governance in Yogyakarta, dalam kesempatan yang sama Prof. Dr. Chrictoph Behrens menjelaskan bahwa kebijakan politik kemaritiman di Jerman dan Indonesia memang berbeda, jika di Jerman parlemen dan kepala negara mempunyai fokus yang sama terhadap pengembangan dan peningkatan potensi maritimnya, sehingga politik maritim dari pemerintah bisa berjalan dengan baik.
“Selain pemerintah fokus dalam pengelolaan maritim, kebijakan politik yang terus secara berkelanjutan di implementasikan dalam program pemerintah adalah terus meningkatkan pengetahuan tentang kelautan di masyarkatnya, menjaga stabilitas pasar ekonomi yang bersumber dari hasil laut, melindungi lingkungan di laut, peningkatan kualitas pelayanan turis dengan informasi kelautan, menjaga stabilitas pemerintahan yang baik, penangkapan ikan yang ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil tangkap, dan meningkatkan sumber daya maritim. Dari semua program ini merupakan manifestasi dari politik maritim untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat jerman juga tentunya,” imbuhnya. (Shidqi)