Berita

Politik risiko dan energi nuklir di Indonesia

Adanya wacana yang berkembang bahwa menggunakan teknologi nuklir termasuk negara maju. Hal ini mengakibatkan keinginan untuk menggunakan lebih besar dibandingkan pengendalian risiko yang bisa ditimbulkan dari pemanfaatan energi nuklir. Sehingga selain pihak-pihak yang sepakat mengenai pemanfaatan energi nuklir tidak sedikit juga pihak yang menolak penggunaan energi nuklir.

Adanya wacana yang berkembang bahwa menggunakan teknologi nuklir termasuk negara maju. Hal ini mengakibatkan keinginan untuk menggunakan lebih besar dibandingkan pengendalian risiko yang bisa ditimbulkan dari pemanfaatan energi nuklir. Sehingga selain pihak-pihak yang sepakat mengenai pemanfaatan energi nuklir tidak sedikit juga pihak yang menolak penggunaan energi nuklir.

Demikian disampaikan Assistant Professor, Division of Sociology, School of Humanities and Social Sciences, College of Humanities, Arts, & Social Sciences, National University Singapore, Sulfikar Amir Ph.D. dalam diskusi terbatas ‘Politik Resiko dan Energi Nuklir di Asia Tenggara : Studi Kasus di Indonesia dan Thailand’ yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FISIPOL-UMY) di Kampus Terpadu, Jum’at (25/6) siang.

Lebih lanjut Sulfikar menjelaskan adanya penolakan yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat terjadi akibat pemerintah seringkali tidak menginformasikan kepada masyarakat mengenai berbagai akibat yang ditimbulkan energi nuklir. “Selama ini hanya dijelaskan bahwa energi nuklir dapat digunakan untuk pertanian maupun listrik. Tetapi tidak pernah dijelaskan apabila terjadi kecelakaan misalnya kebocoran pada saat penggunaan nuklir. Misalnya apa yang harus dilakukan atau ganti rugi apa yang akan diperoleh jika terjadi kebocoran,”urainya. Ketidakjelasan informasi ini semakin menimbulkan keraguan masyarakat.

Perbedaan pandangan antara pihak-pihak yang setuju maupun menolak menurut Sulfikar dilatar belakangi beberapa hal. Pihak-pihak yang menerima biasanya melihat perhitungan kemanfaatan energi nuklir serta risiko berdasarkan kalkulasi atau perhitungan bahwa energi nuklir dianggap sangat murah, ramah lingkungan, teknologi maju serta sangat aman.

“Perhitungan atau kalkulasi dilihat dari pemanfaatan teknologi serta melihat kemanfaatan bagi perekonomian. Sedangkan pihak-pihak yang menolak bisanya berdasarakan pengalaman-pengalaman yang pernah dilihatnya mengenai kebocoran pemanfaatan nuklir dan akibat yang ditimbulkan. Mereka lebih melihat dari segi sosial dan budaya masyarakat sekitar,” jelasnya.

Sementara itu Dekan FISIPOL UMY, Sugito, S.IP, M.SI memaparkan dalam sambutannya terkait belum berhasilnya Indonesia dalam upaya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam kurun waktu sekitar 30 tahun ini disebabkan oleh beberapa persoalan. “Tidak hanya persoalan terkait teknis ekonomis tetapi juga sosial dan politik, tidak semata dilatar belakangi isu krisis energi tetapi lebih pada persoalan sejauh mana risiko dari pembangunan PLTN telah diperhitungkan dengan matang.”pungkasnya.