Perdebatan terkait posisi Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung akan berakhir ketika Presiden segera melaksanakan Putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK tersebut merupakan putusan final yang mengikat sehingga harus segera dilaksanakan agar tidak memperburuk keadaan.
Demikian disampaikan Pengamat Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Nanik Prasetyoningsih, S.H., M.H. menanggapi polemik Kasus Jaksa Agung Hendarman Supandji di Kampus Terpadu Sabtu (25/9).
Menurutnya polemik tersebut tidak akan terjadi ketika Presiden segera menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemberhentian posisi Jaksa Agung Hendarman Supandji. “Karena pada dasarnya yang melakukan putusan tersebut yaitu Presiden dengan mengeluarkan sebuah Keputusan Presiden (Keppres). Misalnya dengan memberhentikan Jaksa Agung Hendarman Supandji kemudian mengangkatnya kembali atau menggantinya dengan sosok lain. Seyogyanya presiden hendaknya segera menentukan Jaksa Agung yang baru agar polemik tidak berkepanjangan.”jelasnya.
Lebih lanjut Nanik menguraikan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait jabatan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung merupakan putusan final sehingga dengan serta merta akan mengikat ketika sudah dibacakan. “Putusan tersebut mengikat antara tiga lembaga yaitu MK yang mengeluarkan putusan kemudian Presiden sebagai pelaksana putusan tersebut serta Kejaksaan Agung terkait isi putusan dan keputusan presiden nantinya. Sehingga hal ini mau tidak mau isi putusan tersebut harus segera dijalankan agar tidak menimbulkan keresahan berkepanjangan di kalangan masyarakat. ”jelasnya.
Dalam pemaparan Nanik, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut hanya akan memperburuk keadaan. Terlebih terkait dengan proses penegakan hukum di Indonesia. “Ketika putusan tersebut tidak segera dilaksanakan hanya akan memperburuk keadaan. Kasus-kasus pidana di Indonesia kan sangat banyak. Mulai dari korupsi maupun penyalahgunaan wewenang, jika posisi Jaksa Agung tidak segera ditentukan kembali kasus-kasus pidana tersebut kapan akan selesai?”tegasnya.
Mal Administrasi
Terkait dipermasalahkannya posisi Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung tersebut, dijelaskan Nanik, hal ini bisa jadi terjadinya mal administrasi yaitu penyalahgunaan wewenang administrasi.
Mengapa bisa dikatakan kasus mal administrasi, ditambahkan Nanik, pada pasarnya posisi Jaksa Agung itu merupakan pembantu Presiden seperti halnya para menteri. Setelah presiden dilantik, kemudian Presiden memilih para pembantunya termasuk Jaksa Agung. Tetapi pada kasus ini ketika Presiden pada masa pemerintahan jilid II menentukan para menteri, Presiden justru tidak mengotak-atik posisi Jaksa Agung.
“Pada prinsipnya yang harus diingat adalah Hendarman Supandji diangkat sebagai Jaksa Agung oleh Presiden SBY pada periode I, ketika masa pemerintahan periode I selesai seharusnya posisi Jaksa Agung tersebut juga selesai. Kasus ini tidak akan terjadi jika Presiden SBY pada pemerintahan periode II melantiknya kembali atau menggantinya. Sehingga dengan kata lain polemik ini akan berakhir ketika Presiden segera melaksanakan Putusan MK dengan menentukan siapa Jaksa Agung yang baru,”ujarnya.
Yogyakarta, 25 September 2010