Berita

Prodi Agroteknologi UMY Gelar Summer School Keenam Secara Vitual

Sama seperti tahun lalu dengan situasi pandemi Covid-19, Program Studi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggelar International Tropical Farming Summer School ke-6 (ITFSS) dengan tema ‘Sustainable Agriculture in Tropical Zone’ secara online melalui kanal Zoom Meeting, Youtube, dan Live Instagram, Rabu (18/7). Sesuai rencana, kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari yang artinya akan berakhir Jum’at (20/7). 

ITFSS merupakan salah satu dari 14 program Summer School yang diselenggarakan UMY di tahun 2021. Pada ITFSS tahun ini, terdapat 74 partisipan dari berbagai negara diantaranya; Jepang, Thailand, China, Taiwan, Spanyol, Prancis, Malaysia, Filiphina, Nigeria, Bangladesh, dan Indonesia sendiri. “Summer School menawarkan tidak hanya kelas pertemuan biasa, melainkan sebuah program yang dapat dijadikan sebagai ladang pengetahuan serta mengeksplor pengetahuan dari jurusan yang berbeda khususnya di sini Agrikultur, jadi banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh peserta,” ujar Dekan Fakultas Pertanian UMY Ir. Indira Prabasari, M.P., Ph.D.

ITFSS UMY digelar pertama kali pada tahun 2015. Saat itu, peserta yang mengikuti program ini akan diberikan materi di kelas dan juga kunjungan langsung ke lahan pertanian yang ada di UMY dan juga sekitar Yogyakarta. Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan disebabkan masih dalam situasi pandemi. 

“Program Summer School ini harus dihelat secara online, kendati demikian, dengan keterbatasan yang ada peserta masih bisa mendapatkan pengetahuan tentang ekosistem agroteknologi daerah tropis, sistem pertanian yang ada, bio energi, dan manajemen agrikultur secara umum,” sambung Indira.

Sementara itu, salah satu pembicara dari Indonesia yakni Dr. Makruf Nurudin S.P., M.P., dosen Universitas Gadjah Mada, menunjukkan kepada peserta Summer School UMY betapa melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dari segi Agrikulturnya. “Hal itu sangat dipengaruhi oleh Indonesia yang merupakan daerah tropis, sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah sebagai salah satu negara yang memiliki tanah paling subur,” terangnya.

Meski dikenal dengan kesuburannya, sayangnya manajemen pengelolaan kesuburan tanah Indonesia masih belum mumpuni. “Kendati kita bisa memproduksi padi sekian banyaknya, namun masih tetap mengimpor beras dari negara lain, karena untuk menyediakan beras kepada 200 juta jiwa penduduk dirasa masih kurang,” tukasnya.

Selain Makruf, ada dua pembicara dari negara lain seperti Prof. Satoru Sato yaitu Profesor of Animal Ecology Yamagata University Japan yang khusus membahas (Land use management  for sustanaible agriculture in Japan). Dan Prof. Maria Rosa Mosquera – Losada dari University of Santiago de Compostela yang membahas (Land use management for sustainable agriculture in Europe).