Berita

Prodi Agroteknologi UMY Kembali Adakan International Tropical Farming Summer School

International Tropical Farming Summer School (ITFSS) kembali diadakan program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian (FP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang diselenggarakan secara online pada Senin (22/8) hingga Kamis (25/8). Ini merupakan penyelanggaraan ke-7 kalinya agenda ITFSS diadakan sejak tahun 2015. Tahun ini peserta ITFSS sebanyak 39 orang yang berasal dari Singapura, Bangladesh, Panama, Malaysia, India dan Indonesia. ITFSS UMY pertama kali diadakan pada tahun 2015, namun sejak pandemi Covid-19 melanda pada tahun 2020, ITFSS diadakan secara online. Tahun ini ITFSS mengangkat tema “Tropical Farming System in Tropical Region”.

Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan AIK FP UMY dalam sambutannya mengatakan jika Summer School bukan hanya program yang dipenuhi sebagai syarat kelulusan, tetapi lebih dari itu ini merupakan sebuah program yang begitu luas untuk memberikan ruang bagi mahasiswa mengexplore lebih tentang bidang yang mereka geluti khususnya bidang pertanian.

Dalam ITFSS kali ini, prodi Agroteknologi FP UMY menghadirkan 3 keynote speaker, salah satunya Prof. Satoru Sato dari Yamagata University, Jepang. Dalam paparan materinya, Ia berbicara mengenai manajemen penggunaan lahan dan pertanian berkelanjutan di Jepang. Sato mengungkapkan di Jepang belum optimal dalam memanfaatkan lahan pertanian.

“Di Jepang sumber daya alam air begitu melimpah tetapi ketersediaan lahan yang subur begitu terbatas. Di Jepang sendiri banyak lahan terbengkalai yang tidak digunakan secara optimal sebagai lahan pertanian,” jelasnya.

Di Jepang sendiri ekosistem pertanian masih terjaga kealamiannya. “Di Jepang masih banyak bebek liar, dalam pertanian padi, peran bebek liar ini sangat bagus dalam mengurangi tanaman hama di sawah, karena bebek menekan gulma dan memakan serangga hama sehingga hal tersebut bisa meningkatkan kesuburan tanah dan dan ini baik untuk sawah,” tutur Sato.

Pertanian seperti ini bisa disebut dengan pertanian organik karena tidak menggunkan bahan kimia dalam pemberantasan hama. Meskipun demikian, sebagian petani Jepang juga memanfaatkan perkembangan teknologi dalam pertanian, salah satunya melakukan pemberantasan tanaman hama dengan robot.

Dalam pandangan Sato, pengembangan pertanian di Jepang sangat terbatas. “Pertanian di Jepang telah dikembangkan dengan beberapa teknik, namun pengembangan tersebut menjadi terbatas karena petani hanya berfokus dalam penggunaan teknologi modern juga tidak optimanlnya pemanfaatan lahan pertanian,” ujar Sato. Sato juga mengingatkan bahwa petani harus seimbang dalam memanfaaatkan teknologi dalam pertanian.

Sato juga tidak henti-hentinya menyinggung masalah pertanian organik. Dalam penerapan pertanian organik yang lebih baik, perawatan ekosistem harus dimanfaatkan dengan optimal dan juga ditingkatkan, hal ini karena pertanian organik memberikan banyak keuntungan bagi petani.

“Pertanian organik memberikan banyak keuntungan bagi petani. Namun, hal itu harus dibarengi dengan perwatan ekosistem yang baik. Pertanian organik yang berkembang cukup baik di Sawah misalnya, ini dapat meningkatkan kemunculan siput. Siput memberikan manfaat yang sangat penting bagi pertanian,” kata Sato.

Sato mengklaim jika dalam agrikultur Indonesia, negara ini memiliki beragam jenis siput yang bermanfaat bagi pertanian. Di pertanian organik, siput memiliki peranan penting pada interaksi dalam ekosistem, untuk menjaga ekosistem tanah. Siput memakan dedaunan yang pada akhirnya akan menyumbangkan bahan organik hasil pencernaannya ke permukaan tanah. Sehingga organisme lain seperti cacing dan mikroorganisme tanah lainnya dapat memanfaatkannya. Selain itu juga karena tubuhnya mengandung air dan mikroorganisme. Maka secara otomatis akan membantu penyebaran mikroorganisme di sepanjang lintasan tempatnya berjalan. Sato juga memuji perkembangan pertanian di Indonesia dengan teknik pertanian yang beragam, sumber daya alam yang melimpah, sehingga Sato tak segan menyebut Indonesia sebagai surga pertanian.

Dalam acara ITFSS ini juga turut hadir kepala Kantor Urusan Internasional UMY, Idham Badruzzaman, Ph.D. Dalam sambutannya ia berharap peserta saling bertukar pikiran dalam menjawab permasalahan pertanian.

“Saya berharap dengan adanya agenda ini, setiap peserta diharapkan mampu membangun relasi dan juga bertukar pikiran dalam menjawab permasalahan pertanian yang ada,” tegasnya. (RM)